Home Kisah Saudara Tak Sedarah, tapi Sehati

Saudara Tak Sedarah, tapi Sehati

440
ilustrasi: alinea.id

Setahun bagai sewindu

Sewindu bagaikan seabad

Ikhtiar yang kita lakukan

Akhirnya kita nikmati

Membersamai mereka yang lama pandemi

Menjalaninya dengan keikhlasan hati

Menikmati dengan syukur beribu kali

Hingga itu sebagai penguat kami

Bersama dengan ukhuwah ini

Sampai hari berganti hari yang kami lewati

Melepas sapa yang telah lama tak bersua

Melepas hati yang lama tak terobati

Melepas rasa yang lama tak berjumpa

Menikmati dan syukuri jangan lupa diri

Bahwa ini adalah kehendak ilahi

Apapun yang terjadi uji nyali bagi sang pemilik hati

30 September 2021

Puisi di atas adalah curahan hati saya ketika mengajak warga perumahan untuk berkunjung ke salah satu tempat wisata. Tujuannya tidak lain hanya sekadar menyenangkan hati mereka setelah beberapa purna kita harus bergulat dengan ganasnya covid-19. Ya, sudah dua belas tahun saya mendampingi suami menjadi ketua RT. Kita merasa perlu memberikan reward kepada warga yang telah bekerja sama melalui gelombang musibah ini.

Kurang lebih dua tahun kami warga Perumahan Sinari mengikuti segala peraturan pemerintah untuk stay at home. Sebab sebagian besar warga kami bekerja di perusahaan swasta yang sangat disiplin dengan perlakuan kesehatan. Kami semua sangat berhati-hati dalam melakukan kegiatan di luar rumah dengan prokes yang begitu ketat. Di depan rumah kami, wajib disediakan alat mencuci tangan yang terbuat dari ember sederhana. Awal Juni 2021, kami benar-benar mengalami serangan covid-19  yang begitu dahsyat. Satu-dua orang yang terpapar virus, langsung diminta karantina ke lokasi terdekat yang sudah ditentukan.

Pagi itu, tanggal 26 Juni 2021, salah satu warga datang ke rumah dan menceritakan bahwa suami beliau dinyatakan positif. Dengan wajah cemas dan penuh ketakutan, beliau melaporkan sendiri terkait hal tersebut.

“Tarik napas panjang, jangan bingung,”kata saya dalam hati. Siap tidak siap, saya harus siap dengan segala kendala ke depannya. Setelah laporan tersebut, saya dan beliau langsung ke Bu Bidan terdekat sebagai satgas covid dan semua anggota keluarga harus mengikuti tes ke puskesmas terdekat. Hasilnya, seluruh kelurga dinyatakan positif covid-19. Kembali saya menguatkan hati untuk memotivasi mereka.

Cara pertama saya lakukan memberitahukan warga lain lewat grup Whatsapp bahwa saudara kita dinyatakan positif. Respons saling menguatkan muncul dengan sendirinya. Sampai-sampai warga membuat jadwal pengiriman makanan untuk warga yang terpapar. Kami juga menyedikan meja di depan rumah pasien, obat-obatan, air minum, kresek untuk buang sampah, dll. Respons kami begitu cepat, berharap mereka sebagai pasien tidak merasa dikucilkan, tetapi sebaliknya, kami beri semangat.

Empat hari setelah itu, kembali saya mendapat laporan sepasang suami istri dinyatakan positif. Beruntung putrinya tidak ikut terpapar. Namun, sayang, sang putri tidak mau jauh dengan ibunya. Terpaksa dia tetap tinggal di dalam satu rumah. Kembali saya mengumumkan bahwa ada yang positif. Untuk kedua kalinya, respons saling menguatkan muncul. Tanpa diminta, warga memberikan sumbangan untuk keperluan warga yang sedang karantina, terutama kebutuhan makanan.

Tidak berhenti sampai di situ. Bertubi-tubi kembali warga melapor terpapar virus. Banyak warga yang membutuhkan ruang untuk karantina. Segera saya liburkan lembaga TPQ, MADIN, KB, dan TK yang saya kelola sehingga bisa digunakan.

“Allah, kuserahkan diri ini pada-Mu. Hanya Engkaulah penolong terhebatku,” ucapku dalam hati. Tak terasa, air mata menetes. Saya dan suami harus bertanggungjawab dengan kondisi warga. Sesekali ada perasaan takut jika saya dan keluarga tertular. Namun, semua itu saya kesampingkan. Setiap hari, saya mengontrol keadaan warga yang sedang karantina, baik mengunjungi langsung ataupun melalui Whatsapp. Tentu dengan menggunakan APD lengkap.

Suatu hari, sepasang suami istri yang sedang karantina tidak membalas bahkan membaca chat yang saya kirim. Curiga terjadi apa-apa, saya segera menuju rumah isolasi. Namun, APD yang seharusnya saya kenakan sudah tidak tersedia. Terpaksa saya mengenakan jas hujan dan helm motor. Jangan ditanya bagaimanan bentukannya! Tentu rasanya sangat tidak nyaman. Jika harus membeli APD terlebih dahulu, saya khawatir terlambat dan hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.

Perasaan takut tertular mulai menjalar. Sebab keluarga yang akan saya kunjungi kali ini memiliki penyakit bawaan asma. Benar saja, sepasang suami istri tersebut mengalami sesak napas. Kaki saya mendadak lunglai. Bingung apa yang harus saya lakukan. Tanpa berpikir lama, saya berikan obat yang disediakan dari puskesmas. Berikutnya, pasangan tersebut berangsur-angsur bisa bernapas. Alhamdulillah. Terima kasih, ya Allah. Engkau memberikan kesempatan kepada kami untuk melanjutkan hidup.

Kisah singkat ini saya tulis hanya sebagai pengingat diri bahwa kita tidak bisa hidup sendiri. Keluarga terdekat kita adalah tetangga. Bagaimana rasanya melihat tetangga mengalami sesak luar biasa, tapi tidak ada orang yang tahu? Bagaimana rasanya jika pasien mau chat saja tidak kuat untuk meminta bantuan? Bagaimana rasanya ketika melihat pasangan kita tidak ada memiliki semangat untuk sembuh? Allah luar biasa hebat. Saat itu juga, saya merasa seperti membantu dengan dorongan dari Allah. Secara spontan menjadi dokter gadungan dengan modal motivasi dan kekuatan hati. Terima kasih, Tuhan, kami semakin kuat dalam ukhuwah bahwa sebenarnya kita adalah saudara tak sedarah, tapi sehati.

Anisah Harjanti. Lahir di Kota Madiun pada tanggal 23 Desember 1975, tepatnya di Desa Demagan Kec. Taman. Saat ini sebagian besar waktu saya digunakan untuk menjadi seorang istri dan ibu dua anak.  Mengabdi di SD swasta di kota Pasuruan dan membesarkan lembaga kecil di rumah adalah kegiatan saya sehari-hari. Sejak tahun 2018 mulai belajar menulis pemula  dengan karya pertama saya cerita fiksi Tiga Musim Membagun Prestasi, selain itu membuat buku antologi Puisi dengan Forum Lingkar Pena Pasuruan Hari Hati Mata Puisi, Antologi Puisi dengan 1000 guru seASEAN Tentang Sebuah Buku dan Rahasia Ilmu,Tahun 2019 Antologi Cerita dengan Siswa kelas 4 Rahasia Dibalik Senyuman, di tahun ini juga puisi saya yang berjudul “Harapan” dimuat di koran Media PGRI.  Tahun 2020 Antologi Puisi dengan siswa kelas 3 Semburat Hati, Tahun 2021 Buku Antologi Karakter 1000 Inspirasi Bermain Kreatif dengan guru Kb Sekabupaten Pasuruan. Perempuan yang pernah belajar di Universitas MERDEKA Pasuruan jurusan Managemet Ekonomi dan Universitas Terbuka jurusan Pendidikan Sekolah Dasar ini juga aktif di Forum Lingkar Pena Pasuruan sebagai Divisi Humas. Menebar kebaikan selagi mampu merupakan motto perempuan satu ini aktif di Kelompok Wanita Tani, UMKM dan Bank Sampah dibuktikan dengan meraih Juara Favorit Tata Ruang Tanaman dalam Lomba KRPL se kabupaten Pasuruan. Menjadi pengurus HIMPAUDI kecamatan merupakan amanah yang tidak disengaja hingga saat ini. Dan menjadi abdi negara mendampingi suami selama 13 tahun mejadi ketua RT hal yang sulit untuk ditolak karena waktu yang tak berkehendak. Menulis merupakan kegiatan yang menyenangkan. Insyallah tiap hari menulis puisi di akun FB Anisah Harjanti cover coklat. Jika ingin berbagi kisah dengan perempuan manis ini bisa melihat di FB beliau.

2 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here