Kita telah membahas di bagian sebelumnya mengenai penaklukan-penaklukan yang dikomandoi oleh Abu Bakar. Di akhir kepemimpinannya, Irak kembali jatuh ke tangan Persia karena panglima di sana, Al-Mutsanna bin Haritsah, tidak mampu menahan serangan dari musuh dan terpukul mundur. Namun, Abu Bakar masih sempat memberi semangat pada Al-Mutsanna agar terus maju melawan. Pada saat itu, Abu Bakar juga sempat berpesan agar Umar membantu pasukan Al-Mutsanna. (Kisah selengkapnya akan kita bedah di bagian Khalifah Umar, insya Allah).
Selain perang untuk penaklukan wilayah Persia dan Romawi, Abu Bakar juga berkonsentrasi pada hal lain selama kepemimpinannya. Mengenai persoalan moneter, Abu Bakar adalah orang pertama yang membuat baitul mal dan ia percayakan penjagaannya pada Abu Ubaidah bin Al-Jarrah.
Dalam persoalan hukum kenegaraan, Abu Bakar menunjuk Umar bin Al-Khattab sebagai qadhi atau hakim. Namun, selama dua tahun Umar menjabat, tidak ada dua orang yang berperkara di hadapannya. Masa itu adalah periode pasca nubuwah, orang-orang masih sangat kuat memegang ketaatan, sehingga sampai-sampai pengadilan kosong dan Umar tidak memutuskan satu perkara pun.
Sementara di bidang ilmu pengetahuan, Abu Bakar memiliki jasa yang besar dalam proses pengumpulan Al-Qur’an. Ia mengupayakan untuk menghimpun semua tulisan yang ada di kulit binatang, tulang, pelepah kurma, maupun hafalan para muslimin untuk disatukan dalam satu mushaf.
Betapa jasa Abu Bakar ini telah membuat pijakan awal yang kokoh untuk umat Islam menjaga Al-Qur’an hingga kini. Allah telah menjadikan Abu Bakar wasilah untuk menjaga kalam-kalam-Nya.
Memang, pada mulanya itu adalah ide Umar. Kecerdasan Umar sebagai qadhi masa itu membuatnya menyadari kondisi lebih dulu, bahwa banyak penghafal Al-Qur’an yang syahid pada perang Yamamah. Maka ia mengusulkan pada Abu Bakar untuk segera menghimpun Al-Qur’an agar jika banyak korban jatuh, kitab suci tersebut tetap aman. Dua sahabat suci ini saling bahu-membahu menasihati dalam kebaikan. Akhirnya, Allah melapangkan hati Abu Bakar untuk menerima usulan sahabatnya tersebut. Semoga Allah merahmati Abu Bakar dan Umar radhiyallahu anhuma atas ketepatan ijtihad mereka.
Diriwayatkan bahwa Abu Bakar meminta tolong pada Zaid bin Tsabit untuk melakukan penghimpunan Al-Qur’an. Zaid bin Tsabit menceritakan, “Aku kemudian mencari-cari Al-Qur’an untuk aku himpun. Aku mencarinya pada pelepah kurma, pada batu putih yang tipis-tipis, dan pada dada banyak orang, sehingga aku mendapati bagian akhir surah At-Taubah. Surah ini aku temukan pada Abu Khuzaimah Al-Anshari, dan tidak aku temukan pada yang lain.”
Lanjutnya, “Beberapa ayat yang ada dalam satu surat lalu disusun dengan rapi, demikian pula surah-surah sesuai dengan versi bacaan Nabi saw. Kemudian aku jaga lembaran-lembaran yang berisi himpunan Al-Qur’an di rumah Abu Bakar.”
Maka dengan begitu, Al-Qur’an telah dijaga per hurufnya sehingga tidak akan bercampur baur seperti kitab-kitab sebelumnya. Sebagaimana janji Allah bahwa Dia sendiri yang akan menjaga Al-Qur’an.
Umar Adalah Penggantiku, Patuhilah Ia
Perhatian Abu Bakar pada setiap masalah umat Islam tidak lagi diragukan. Kecintaan pada agama membuatnya pantang mundur pada segala aral rintangan. Hal itu pula yang menyebabkan di masa-masa sakit mulai menyerang tubuh tuanya, ia masih juga memikirkan kondisi umat. Umat yang juga menjadi poros pikiran Nabi saw. ketika akan meninggalkan dunia, dalam sakaratul mautnya.
Maka Abu Bakar memutuskan untuk memanggil para sahabat. Abu Bakar sudah memiliki nama yang ia rasa cocok dijadikan penggantinya ketika itu, tetapi ia tetap bermusyawarah untuk meminta pendapat para sahabat agar keputusannya semakin kuat.
Ia memanggil Abdurrahman bin Auf, meminta pendapatnya mengenai Umar bin Khattab. Kata Abdurrahman bin Auf, “Wahai khalifah Rasulullah, demi Allah, ia adalah orang yang terbaik menurutmu. Tetapi sayang, ia berwatak keras.”
Abu Bakar menyanggah, “Hal itu karena ia melihat aku orang yang halus. Seandainya jabatan khalifah diserahkan padanya, aku yakin ia akan meninggalkan banyak kebiasaannya. Wahai Abu Muhammad, aku sudah sangat mengenal Umar. Dan aku lihat ia ketika marah pada seseorang tentang sesuatu, aku juga melihat ia segera meridhainya.”
Kemudian Abu Bakar juga memanggil Utsman bin Affan. Komentar Utsman adalah, “Ya Allah, sepengetahuanku apa yang ia sembunyikan lebih baik daripada apa yang ia nyatakan di permukaan. Di antara kami tidak ada orang sepertinya.”
Sahabat lain yang dimintai pendapat adalah Usaid bin Hudhair yang menyatakan mirip dengan pendapat Abu Bakar dan Utsman sebelumnya mengenai Umar.
Meski ada di antara shahabat seperti Thalhah bin Ubaidillah yang menyatakan bahwa Umar terlalu keras untuk menjadi khalifah, tapi Abu Bakar telah bulat dengan keputusannya. Ditambah lebih banyak yang mendukungnya. Ia meminta Utsman untuk menuliskan surat wasiat.
Dalam surat tersebut Abu Bakar berpesan, “Sesungguhnya sepeninggalanku nanti yang aku tunjuk sebagai khalifah memimpin kalian adalah Umar bin Al-Khattab. Dengarkan dan patuhilah ia. Sesungguhnya ia tidak akan mengecewakan Allah, Rasul-Nya, agama-Nya, diriku, dan kalian semua. Jika nanti ia berlaku lurus itulah keyakinanku dan pengetahuanku. Dan jika ia bengkok, masing-masing orang akan mendapatkan dosa. Yang aku inginkan adalah kebaikan dan aku tidak tahu perkara yang gaib. Orang-orang yang zalim akan tahu mereka akan berbalik. Semoga salam dan rahmat Allah senantiasa melimpah kepada kalian.”
Maka setelahnya surat tersebut dibacakan ke seluruh kaum muslimin, dan Abu Bakar masih menyempatkan diri berkhutbah di hadapan umat untuk memastikan pembaiatan.
Umat muslimin sepakat, ridha terhadap Umar bin Khattab dan membaiatnya. Setelahnya, Umar dipanggil untuk diberi pesan oleh Abu Bakar.
Abu Bakar sakit selama 15 hari dan akhirnya meninggal. Sebelum meninggal, Aisyah mendatanginya dan ia mengatakan, “Sesungguhnya aku sudah memberimu sebidang kebun. Tetapi ada rasa bimbang dalam hatiku. Jadi, kembalikan saja harta itu ke dalam harta pusaka.”
Aisyah dengan lapang dada menyanggupinya.
Seorang khalifah, yang pada masanya mendapat ghanimah dari beberapa perang yang berhasil dimenangkan, tidak meninggalkan sesuatu pun yang berharga bagi keluarganya.
Dalam riwayat lain, Abu Bakar hanya meninggalkan seekor unta yang biasa ia gunakan untuk mengambil air, alat pemerah susu yang biasa ia gunakan untuk memerah susu, dan baju panjang yang biasa ia gunakan untuk menyambut kedatangan manusia.
Sosok manusia yang telah dijamin masuk surga ini telah hidup dengan sangat sederhana agar bisa mereguk kenikmatan abadi di surga. Sosok yang fisiknya sederhana, digambarkan merupakan laki-laki kurus, putih, punggungnya membungkuk, kulit pipinya tipis, mata cekung dan dahi menonjol, juga melengkapi dirinya dengan kesederhanaan hati sepanjang hidup.
Sang khalifah pertama telah kembali ke pangkuan Sang Maha, dimakamkan di sebelah Rasulullah. Posisi kepalanya diletakkan di dekat pundak sang sahabat, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Ia telah menyambut semerbak surga setelah perjuangan panjang mengemban tugas sebagai pemimpin umat.
Tongkat estafet kepemimpinan diambil alih oleh sang sahabat yang juga telah Allah catatkan jaminan surga untuknya, Umar bin Khattab radhiyallahu anhu.
Wallahu a’lam bis shawab.
Referensi:
• Biografi Khalifah Rasulullah, karya Khalid Muhammad Khalid.
• 38 Shahabat yang Dijamin Masuk Surga, karya Syaikh Shalahuddin Mahmud As-Said dan Dr. Muhammad Al-Ghamidi