Home Cernak Jujur itu Mujur

Jujur itu Mujur

ilustrasi: Google

Sudah beberapa minggu ini warung orang tua Wildan yang biasanya ramai jadi sepi pembeli. Sejak pandemi COVID-19 melanda Indonesia, pembeli jadi jarang mampir. Mereka jadi lebih memperhatikan makanan yang akan dibeli. Biasanya ayah dan ibu sudah kerepotan melayani pembeli, tapi kini ibu duduk lesu menunggu pembeli.

Dalam sehari, paling banyak sepuluh orang yang datang berkunjung. Makanan yang sudah dimasak ibu jadi tersisa banyak. Tak jarang ibu membagi-bagikan makanan sisa itu kepada pengemis, pemulung atau tukang becak. Warung orang tua Wildan akhirnya tutup sementara. Ayah berusaha mencari pekerjaan lain dengan bekerja serabutan. Wildan jadi kasihan melihatnya.

Suatu ketika, adik Wildan merengek minta dibelikan mainan. Ibu hanya menyanggupi, tapi wajah ibu terlihat sedih. Saat melihat ada setumpuk kardus bekas susu adik, Wildan jadi punya ide. Dia mulai memotong kardus tersebut dan merekatkannya dengan lem. Tara… jadilah mobil-mobilan. Sang adik tersenyum senang dan memainkan mobil buatan Wildan.

Saat Wildan dan adiknya bermain mobil-mobilan di teras rumah, teman-teman Wildan lewat. Mereka tertarik untuk mendekat.

“Beli di mana ini, Dan?” tanya Faiz.

“Aku buat sendiri,” jawab Wildan. Dia jadi hobi membuat kerajinan dari barang bekas selama pandemi. Hasil kreasinya dia jual ke teman-temannya. Lumayan, bisa untuk beli jajan atau keperluan sekolah.

“Serius? Bagus banget ini. Aku mau satu, dong.”

“Aku juga pesen. Yang truk, ya,” sahut Ari.

“Siap.” Wildan menyanggupi.

Esoknya selepas sekolah daring Wildan mulai mengumpulkan kardus bekas dari toko sembako milik tetangganya. Wildan mulai bekerja. Beberapa jam berlalu. Dua buah mainan pesanan pun jadi. Akan tetapi, ada yang aneh dengan truk pesanan Ari. Bagian badan truk tidak bisa dibuka tutup seperti permintaan Ari. Wildan mendesah.

Faiz dan Ari akan mengambil mainan pesanan mereka besok, tapi Wildan capek kalau harus mengulang membuatnya. Lagipula ada beberapa PR yang harus dia kerjakan. Apa dia jual saja truk yang tidak sempurna itu? Wildan butuh uang untuk membeli beberapa perlengkapan sekolah. Uang hasil penjualan mainannya itu rencananya akan dibelikan buku dan alat tulis. Wildan kasihan kalau harus minta pada ibu.

Wildan bingung. Di tengah kebingungannya itu, dia tidak sengaja menyenggol sebuah buku cerita. Itu kisah Rasulullah sebagai pedagang. Wildan ingat pernah membacanya. Nabi Muhammad dikenal sebagai pedagang yang jujur. Beliau memberi tahu pembeli jika ada yang cacat pada barang dagangannya. Oleh karena itu, beliau dipercaya. Lagi-lagi Wildan menarik napas panjang. Entah apa yang akan dikatakannya pada Ari besok. Dia tidak ingin membuat temannya kecewa.

***

Keesokan harinya hari libur. Faiz dan Ari datang pagi-pagi sekali. Mereka sudah tidak sabar mengambil mainan buatan Wildan. Wildan menemui mereka dengan sedikit khawatir. Saat Wildan menyerahkan mobil pesanan Faiz, dia tampak gembira sekali. Namun, Wildan tidak segera menyerahkan truk pesanan Ari.

“Ar, maaf, yah,” ujar Wildan.

“Emang kenapa, Dan? Kamu belum buat truk pesananku?” tanya Ari penasaran.

“Udah, sih, tapi badan truknya nggak bisa digeser naik turun kayak pas lagi mau ngangkut pasir.”

“Oh. Boleh aku lihat truknya?” Wildan menyerahkan truk buatannya. Ari mengamati.

“Ehm, sebenernya aku pengen yang bisa digerak-gerakin gitu, tapi yaudah nggak papa, deh. Yang penting bisa buat mainan.”

“Alhamdulillah. Makasih, ya, Ar.” Wildan tersenyum senang. []

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version