Naura tak bisa melepaskan pandangannya dari perempuan yang ada di depannya, seakan tak pernah bosan untuk melihatnya. 5 bulan tak bertemu, perempuan itu kini banyak berubah. Didorong rasa penasaran yang tak terkendali, akhirnya dia mencoba menuntaskannya.
” Wajahmu kok bisa glowing begitu, rahasianya apa? Saya bisa taruhan, kalau ada semut lewat di pipimu, dijamin pasti terpeleset tuh, ” kata Naura panjang kali lebar .
Perempuan yang di depannya hanya tersenyum saja, senyumnya bak seorang putri raja.
“Ah nggak asik, kau. Perasaan dulu kamu suka tertawa lepas deh, kalau dipuji,” lanjutnya.
“Ya, hidup memang harus berubah,” jawab Nindi sekenanya sembari membenahi jilbabnya yang dirasa mulai kurang nyaman.
“Muak aku lihat jawabanmu. Kau sudah banyak berubah,” Naura manyun.
Dalam hati Nindi tertawa lepas. Tiba – tiba menyusup kebahagian melihat sahabatnya yang mulai sebal.
“Jadi sejak kapan kau seperti ini? Mulai perawatan segala. Biasanya yang kutahu kau tak pernah peduli dengan dirimu sendiri apalagi penampilan. Kau bahkan lebih peduli pada orang lain.”
Naura menggeser kursinya, agar bisa mendengar suara Nindi yang lemah lembut.
“Ya, sejak aku melihat wanita bergincu di ponsel suamiku. Sejak itu aku merasa bahwa aku harus berubah.” Ninda melemparkan pandangannya keluar jendela.
“Tapi setahuku suamimu kan pendiam, bahkan aku lihat dia juga setia, meski kadang agak jelalatan,” ledek Naura.
“Ya karena itu, aku mau dia hanya memandangku saja. Aku juga ingin menjaganya agar bisa menjaga pandangannya, karena toh di rumah ada perempuan yang lebih cantik daripada di luaran sana.”
Naura mengangguk-angguk. Dalam hati dia membenarkan ucapan sahabatnya sejak SMA itu. Perempuan memang harus cantik. Cantik untuk suaminya, bukan yang lain.
“Eh tapi perawatan kan mahal, apalagi dengan hasil yang sebagus ini. Sumpah kau cantik tak hanya di dunia Maya, tapi realnya juga cantik,” puji Naura.
“Ah, aku memang selalu cantik kok. Kamu saja tidak pernah sadar, makanya kalau lihat aku dihayati, biar terlihat pancaran kecantikanku.” Nindi tertawa penuh kemenangan.
“Mulai deh,” kata Naura.
“Iya jadi rahasianya apa? Aku tak yakin suamimu mau mengeluarkan uang sebanyak ini untuk perawatan kamu, secara suamimu itu agak pelit,” ujar Naura serius.
” Hais, jangan keras-keras dong, ini tempat umum. Suamiku kadang emang untuk perawatan agak pelit, tapi untuk hal lain tidak,” bela Nindi.
“Tapi beneran mahal kan?” Desak Naura. Dia bertekad agar Nindi berbagi rahasia kecantikan dengannya.
“Murah, kok?”
“Beneran? Bahkan aku tidak mengeluarkan uang sedikit pun.”
Naura hampir saja melompat dari tempat duduknya. Itu artinya dia punya kesempatan menjadi cantik dan melakukan perawatan seperti perempuan yang ada di depannya.
“Mau dong diberi tahu rahasianya,” rengek Naura.
Nindi mendekatkan bibirnya ke telinga Naura.
“Lidah mertua.”
” Oya, tanaman itu?” Naura membayangkan tanaman lidah mertua. sejuta pertanyaaan menghujam kepalanya. Bagaimana cara menggunakannya, diiris lalu ditempelkan di wajah, ditumbuk lalu diperas ambil airnya atau bagaimana.
“Kalau lidah mertua pasti aku mau dong, ” ujar Naura bersemangat.
“Jadi lidah mertua diapakan??” lanjutnya.
“Lidah mertua itu suruh bilang ke suamimu, kalau kau butuh perawatan wajah agar kau tetap tampak cantik.”
Naura menimpuk Nindi pakai buku tebalnya, “Sebal aku,” teriaknya.