Home Esai Peran Pemuda dalam Kebangkitan Literasi

Peran Pemuda dalam Kebangkitan Literasi

Oleh: Resita Winarso*

Siapa sebenarnya yang disebut sebagai pemuda? Apakah mereka yang secara harfiah adalah pribadi berusia muda ataukah segolongan manusia yang mampu mengaktualisasikan diri dan mengharumkan nama bangsa? Ya, pada dasarnya pemuda inilah yang diharapkan melanjutkan dan mengisi pengembangan pembangunan dan memiliki peran utama dalam kemajuan bangsa itu sendiri. Sejarah mencatat bahwa pemuda merupakan aset berharga. Generasi muda ini merupakan komponen penting yang perlu dilibatkan dalam pembangunan. Mereka memiliki potensi luar biasa, semangat tinggi, berani berjuang dan berpendirian teguh.

Pemuda seringkali dikaitkan dengan penggerak roda perjalanan suatu bangsa, Bahkan perannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sudah tidak diragukan lagi. Peristiwa Sumpah Pemuda merupakan salah satu bukti bahwa pemuda Indonesia memiliki peran penting dalam perjuangan bangsa. Begitu besarnya peran pemuda dalam melakukan pergerakan sesuai dengan jargon yang digaungkan oleh Presiden pertama Indonesia yaitu “Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncang dunia”.

Perjuangan para pemuda di masa pergerakan tahun 1928 – 1940 menceritakan kepada kita secara jelas bahwa mereka adalah suatu inti dalam perubahan yang kemudian menjadi keyakinan pemuda Indonesia untuk ikut dalam arus revolusi dan perjuangan kemerdekaan dengan lebih kritis dan progresif. Sumpah Pemuda merupakan salah satu tonggak sejarah yang menunjukkan suatu tekad kuat untuk membangun persatuan dan kesatuan karena mereka sadar bahwa bangsa ini penuh dengan keragaman budaya, agama dan suku bangsa yang nantinya bermuara pada perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Secara internasional WHO menyebutkan pemuda sebagai “young people” dengan batas usia 10-24 tahun, sedangkan usia 10-19 tahun disebut “adolescenea” atau remaja. International Youth Year yang diselenggarakan tahun1985 mendefinisikan penduduk berusia 15-24 tahun sebagai kelompok pemuda. Definisi tersebut lebih pada definisi teknis berdasarkan usia sedangkan definisi lainnya lebih fleksibel.

Peran Pemuda Indonesia dalam Berbangsa dan Bernegara

Pemuda Indonesia diharapkan memiliki kemampuan dalam menganalisis perubahan zaman sehingga mereka dapat memilih mana yang perlu diperbarui atau dipertahankan. Kemajuan bangsa ini dapat dilihat dari keberhasilan generasi mudanya untuk melakukan perubahan positif atau inovasi salah satunya dalam bidang jurnalistik yang dapat dilakukan di daerah maupun skala nasional. Perubahan yang dilakukan tidak hanya secara fisik maupun nonfisik, tetapi juga berkaitan erat dengan kemampuan mengembangkan potensi generasi muda lainnya. Produktivitas harus ditingkatkan untuk mencapai tujuan pembangunan Indonesia. Karena jika masa mudanya telah lewat maka kita tidak bisa membangun Indonesia maju.

Sebagai upaya untuk mengoptimalkan peran pemuda, pencegahan perilaku menyimpang pada pemuda harus disinergikan bersama karena mereka sebagai tumpuan bagi bangsa Indonesia. Oleh sebab itu pemuda harus mendapatkan layanan pendidikan yang baik agar mereka dapat menjadi sumber daya manusia yang mampu bersaing di era industri 4.0. Tidak mungkin mereka dibiarkan saja oleh pemerintah menjadi kategori masyarakat yang tidak bekerja, tidak berpendidikan atau tidak memiliki pekerjaan. Generasi muda harus dirangkul untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi.

Media Sosial Sebagai Wadah Kreativitas

Pesatnya perkembangan teknologi informasi saat ini sangat membantu generasi muda dalam mendapatkan kesempatan apapun yang jauh lebih mudah untuk berkontribusi terhadap negara. Dimulai dari hal yang paling sederhana saja, kita sebagai generasi muda dapat membuat perubahan dengan menggunakan teknologi untuk belajar dan berkarya sejak dini. Sehingga dapat menciptakan inovasi baru yang dapat meningkatkan kualitas hidup secara pribadi serta memberi manfaat bagi masyarakat sekitar.

Kita juga turut bertanggung jawab dalam peningkatan kesadaran masyarakat mengenai manfaat kebebasan berinformasi dan media jejaring sosial. Sudah saatnya kita sebagai generasi milenial memanfaatkannya secara bijak sebagai sarana komunikasi, sumber informasi, peluang usaha hingga perubahan pemikiran bangsa ke arah yang lebih baik. Disinilah peran pemuda menjadi sangat penting, karena mereka harus mampu berpikir kritis terhadap semua konten yang ada di media sosial. Tidak hanya kritis untuk diri sendiri tetapi juga harus dapat menularkan semangat berpikir kritis kepada lingkungan sekitarnya.

Berdasarkan yang terjadi akhir-akhir ini mengenai interaksi media sosial dengan penggunanya, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa media sosial tersebut mampu membagikan segala macam bentuk informasi seperti tulisan, audio bahkan video. Sehingga ia dianggap memberikan kemudahan dan memiliki peran penting terhadap pengarang atau penulis untuk menyampaikan pesannya melalui karya tulisan yang dipublikasikannya melalui platform media sosial.

Laporan Statista mencatat pengguna media sosial di Indonesia Tahun 2020 terbanyak berasal dari kalangan usia 25-34 tahun. Di tangan merekalah kebangkitan literasi ini diharapkan. Jenkins Tahun 2009 menyatakan bahwa terdapat beberapa tahapan dalam literasi digital yang pertama literasi budaya cetak dengan tahapan ini remaja dapat belajar sehingga memiliki kemampuan untuk menulis dan membaca di media cetak, remaja tidak harus memiliki buku cetak ataupun pergi ke perpustakaan dan ke toko buku. Karena semua telah disediakan melalui internet atau aplikasi-aplikasi, yang kedua remaja dapat belajar sehingga mempunyai kemampuan meneliti, remaja dapat belajar dan memperoleh pengetahuan dari berbagai sumber.

Jadi kesimpulannya, dampak literasi digital sangat besar dirasakan oleh kalangan remaja. Remaja harus mengetahui perannya dalam bermedia sosial. Sebagai remaja yang sehat dan produktif harus memiliki kesadaran dan kemampuan mengakses dan memanfaatkan literasi digital dengan hal-hal yang positif sehingga dengan adanya teknologi informasi tersebut para remaja dapat memperdalam pengetahuannya.

*Penulis adalah anggota FLP Pacitan. Esai ini merupakan esai pilihan dari program lomba Bulan Bahasa 2022 yang diadakan FLP Jawa Timur.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version