Home Ulasan Film “Air Mata di Ujung Sajadah”, Cerita Cinta Ibu

“Air Mata di Ujung Sajadah”, Cerita Cinta Ibu

Setelah sekian purnama absen ke bioskop (terakhir adalah menonton Miracle in Cell no.7), akhirnya saya punya kesempatan mencicipi nonton film lagi bulan ini. Kali ini, film besutan sutradara Key Mangunsong berjudul “Air Mata di Ujung Sajadah”. Tertarik dengan trailer-nya karena diperankan oleh salah satu aktor favorit saya, Fedi Nuril, yang telah sukses memukau di film-film sebelumnya, seperti Ayat-Ayat Cinta, Surga yang Tak Dirindukan, dan Ayah Menyayangi Tanpa Akhir.

Dalam film “Air Mata di Ujung Sajadah”, Fedi lagi-lagi mendapat peran menjadi seorang suami sekaligus ayah. Berduet dengan Citra Kirana, seperti biasa aktingnya sangat meyakinkan, selalu sukses membuat penonton menjiwai perannya. Selain Fedi Nuril dan Citra Kirana, film ini juga mengambil Titi Kamal sebagai pemeran utamanya.

Plot Unik, Akting Ciamik dalam “Air Mata di Ujung Sajadah”

Film ini bercerita tentang seorang wanita bernama Aqilla (diperankan Titi Kamal) memilih kawin lari tanpa restu sang ibu, dan akhirnya suaminya meninggal tatkala ia mengandung. Saat melahirkan, ia dibawa ke rumah sakit oleh ibunya, kemudian sang ibu dengan tega mengatakan anaknya telah meninggal. Padahal, sebenarnya anak itu telah diberikan kepada Arif (diperankan Fedi Nuril), anak dari mantan sopirnya, dan Yumna istrinya (diperankan oleh Citra Kirana).

Anak itu kemudian diberi nama Baskara (diperankan Muhammad Faqih Alaydrus). Baskara tumbuh bersama orang tua angkatnya sampai usia 7 tahun. Hingga ibu Aqilla sekarat dan memberitahu kebenaran tentang Baskara. Selepas perginya sang ibu, Aqilla pun mencoba mencari Baskara. Di sisi lain, keluarga Arif sudah sangat menyayangi Baskara dan tidak mau melepasnya kembali ke ibu kandungnya.

Di sinilah konflik yang mengaduk-aduk perasaan bermula. Akting Titi Kamal yang harus menangis sepanjang film sangat baik. Nyaris seluruh penonton tenggelam dalam air mata sehingga harus rela mengalami bengkak mata saat keluar ruangan teater.

Arif dan Yumna dalam film Air Mata di Ujung Sajadah

Pesan Moral Inspiratif

Film “Air Mata di Ujung Sajadah” mengajarkan kita tentang keikhlasan dan kasih sayang seorang ibu. Terkadang, saking sayangnya ibu pada anak, ia menjadi egois dan tidak memikirkan perasaan anaknya. Seperti halnya ibu Aqilla yang menganggap menikah dengan orang miskin tidak akan baik bagi anaknya. Memiliki anak di usia muda juga bukan hal bagus menurutnya. Padahal, Aqilla bahagia dalam pernikahannya meski hidup sederhana, pun ia sangat bertanggung jawab terhadap anak dalam kandungannya. Pernikahan dan kehadiran anak sama sekali tidak memudarkan mimpinya, karena ia tetap ingin meluluskan kuliah dan bekerja setelahnya. Bukan kehilangan mimpi saat ia harus susah payah mengandung anak, tetapi hanya tertunda sesaat. Justru hatinya paling hancur saat harus kehilangan suami dan anaknya sekaligus.

Di akhir film, kita akan melihat bahwa keikhlasan akan mengantarkan pada akhir yang bahagia. Tugas seorang ibu adalah mengarahkan dan mendoakan, bukan memaksakan kehendak. Anak adalah manusia yang memiliki kebebasan berpikir dan memilih jalan hidupnya sendiri, yang terkadang berbeda dengan keinginan orang tua.

Secara keseluruhan, film “Air Mata di Ujung Sajadah” baik untuk ditonton agar kita lebih menghargai antara anak dan orang tua, saling percaya, dan memperkuat komunikasi. Supaya anak bisa memaafkan setiap kesalahan orang tua dalam proses membesarkannya, dan orang tua bisa lebih legawa menerima pendapat anak di masa dewasanya yang mungkin berbeda dengannya.

“Mama bukan ingin aku bahagia, tapi Mama terlalu trauma akan penderitaan, dan melampiaskannya sama aku!”

Aqilla, dalam adegan film “Air Mata di Ujung Sajadah”

Kritik Konten Film “Air Mata di Ujung Sajadah”

Namun, saya mengamati beberapa bagian yang perlu perbaikan. Untuk film yang melibatkan aktor dan aktris muslim yang bukan suami-istri asli, sepantasnya produksi tidak melibatkan adegan seperti berpelukan. Selain itu, penata gaya busana juga perlu melihat kembali tata pemakaian kerudung dan baju agar tidak ada aurat yang tampak, sebab model kerudung Citra Kirana masih menampakkan sedikit bagian leher dan bahu saat di-shoot dari samping maupun depan, di beberapa adegan.

Selain itu, masih ada kesalahan pengucapan dari aktor dan aktrisnya, dan salah satunya menjadikan cerita kurang logis. Misalnya, saat Arif mengatakan ia butuh dana lebih karena anaknya akan segera masuk SD, padahal Baskara, anak angkatnya, sudah bersekolah di SD Warga. Ini masih memerlukan evaluasi  dari para kru dan pemain agar lebih teliti lagi dalam proses pra maupun pasca produksi.

Terlepas dari kekurangannya, film ini telah menyedot animo masyarakat dengan akting pemainnya yang sangat mengena. Cerita yang sederhana dan hangat, dengan ending yang memuaskan, cukup menutupi sedikit kekurangan di dalamnya.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version