Begitu banyak film lain membahas tentang ibu dan kisah cintanya, tetapi film “Satu Hari dengan Ibu” menggunakan sudut pandang dan cerita yang unik, sehingga menggelitik rasa penasaran para penonton, bahkan sejak membaca sinopsisnya.
Berawal dari menonton film Air Mata di Ujung Sajadah, kemudian ada trailer promosi film ini, akhirnya saya memutuskan nonton pada penayangan hari pertama, tanggal 21 September 2023. Film ini mengusung aktor Chand Kelvin sebagai tokoh utama, ditemani oleh aktris Vonny Anggraini, dan didukung oleh beberapa figuran dari musisi kenamaan, seperti Ifan vokalis band Govinda dan Rizal vokalis Armada.
Film berdurasi 1 jam 45 menit ini menceritakan tentang Dewa (diperankan Chand Kelvin) yang mengalami hari berulang saat ibunya (diperankan Vonny Anggraini) meninggal. Jadi, ia terus mengulang waktu di hari yang sama, tepat ketika menemukan ibunya meninggal di depan kamar mandi rumahnya saat ia pulang kerja. Kejadian aneh ini awalnya ia kira hanya de javu, tapi setelah belasan kali mengulang peristiwa yang sama, ia pun menceritakan kegusarannya pada teman-temannya.
Salah satu temannya mengatakan, pasti ada alasan ia diberi kesempatan untuk terus mengulang waktu. Temannya itu menyarankan agar ia mengubah pribadinya menjadi lebih baik, karena mungkin Allah memberinya kesempatan untuk bertaubat. Memang sebelumnya, diceritakan Dewa adalah anak yang tidak menghormati ibunya dan menganggap sang ibu selalu memperlakukannya seperti anak kecil.
Akhirnya, Dewa memutuskan bersikap lebih baik pada sang ibu, termasuk tidak membentak dan menemani ibunya berjualan. Namun, ia tetap tidak bisa mencegah meninggalnya sang ibu dan kembalinya ia memutar waktu ke hari yang sama. Ternyata, memang ada satu rahasia yang menjadi penyebab ujian yang ditimpakan Allah padanya itu.
Satu-Satunya Film Islami dengan Kemasan Fantasi
Sampai saat ini, saya belum pernah menonton genre film yang unik seperti ini. Film “Satu Hari dengan Ibu” memiliki karakter khas, bukan sekadar film islami yang mengajarkan banyak hikmah, tapi dikemas dengan gaya kekinian: fantasi. Jika biasanya kita menemukan unsur fantasi dalam drama Korea atau film Indonesia yang tidak islami, kali ini kita disuguhkan bahwa film islami juga bisa mengangkat hal yang sama, dengan teknik yang tak kalah bagusnya.
Saya membayangkan bagaimana Chand Kelvin dan aktor-aktris pendukung lainnya harus mengulang satu adegan berkali-kali dengan beberapa improvisasi tambahan. Bahkan yang menonton di bioskop pun tertawa terbahak-bahak karena adegan terus diulang sampai tokoh Dewa frustrasi karena menghafal setiap jengkal peristiwa dalam satu hari itu. Ia seperti terjebak dalam labirin yang tiada ujungnya.
Walau Hanya Satu Hari dengan Ibu
Film ini mengajarkan banyak hal pada kita. Yang paling utama, tentu saja betapa kurangnya kita menyayangi dan mengasihi orang tua, terutama ibu. Pesan Ustadz Abdul Somad yang menjadi penuntas film membuat banyak penonton sesenggukan berurai air mata. Beliau katakan bahwa ibu telah merelakan kehilangan penciuman asli sejak mengandung kita. Ibu rela muntah-muntah, merasakan sakit di tulangnya, sulit untuk berjalan, sulit bergerak, apalagi saat perut kian membesar. Puncaknya, ibu mempertaruhkan nyawanya demi melahirkan kita ke dunia.
Membalas budi dengan apa pun, baik materi atau non materi, kita tetap tidak akan bisa mengganti setetes saja darah ibu. Namun, kita kadang masih melakukan hal buruk padanya, seperti tak sengaja membentak atau marah. Film ini mengajarkan bahwa momen dengan ibu takkan terulang kembali. Maka, jagalah setiap detik kebersamaan dengan ibu. Berbuat baiklah selama ibu masih ada, karena hari-hari dengannya tidak akan bisa terulang lagi jika Allah telah memanggilnya.
Baca juga: Miracle in Cell No. 7
Selain pesan agar senantiasa menyayangi ibu, film besutan sutradara M. Amrul Ummami ini juga memberi banyak selipan pesan kebaikan. Misalnya, agar umat Islam bangun subuh tepat waktu karena pagi hari adalah waktu yang berkah. Pesan lainnya adalah agar rajin bersedekah dan menolong sesama. Kita boleh rajin bekerja, tetapi tidak boleh membuat kita melalaikan shalat. Selain itu, ada pelajaran adab minum yang lebih baik dilakukan dengan duduk. Dan, kita juga perlu meminta nasihat dari guru/ustaz saat mendapat masalah dalam kehidupan.
Adegan antara Dewa yang melamar Putri (diperankan Vebby Palwinta) juga memberi pesan tentang cara melamar yang syar’i serta tidak menganjurkan adanya khalwat. Selain itu, tidak ada proses pacaran di antara mereka berdua. Dewa langsung berniat menikahi orang yang disukainya. Tentu saja ini sudah sering kita temui dalam film pendek lain yang juga digarap oleh Film Maker Muslim (FMM) yang menjadi pendukung dalam film ini.
Sinematografi dan Akting Berkelas dalam Film “Satu Hari dengan Ibu”
Meski tergolong baru, rumah produksi Ruang 29 Pictures mampu menghasilkan film yang cukup ciamik. Dalam pemotongan adegan, memang masih ada yang perlu diperhalus. Seperti ketika perpindahan dari adegan di rumah dengan adegan di kantor yang salah satunya saya perhatikan kurang smooth. Namun, kekurangan tersebut tertutup dengan akting para aktor dan aktris yang menjiwai serta pesan moral berarti di dalamnya.
Menggandeng Ustadz Abdul Somad dan Ustadz Luqmanul Hakim juga merupakan langkah yang tepat. Sebab keberadaan dua ustadz ini membuat film menjadi sempurna. Apalagi ditutup dengan tuturan lembut Ustadz Abdul Somad, serasa mendengarkan siraman rohani di dalam masjid. Tidak membuat mengantuk, tentu, justru membuat air mata baru mengalir dengan derasnya di akhir film.
Baca juga: Ulasan Film Black Adam
Semoga selepas menonton film ini, kita bisa terlahir menjadi pribadi-pribadi baru yang lebih baik dalam menjalankan Islam, baik dalam ranah ibadah maupun muamalah. Dan, tentu, mari kita kawal agar film “Satu Hari dengan Ibu” bisa bertahan lebih lama di bioskop untuk mencerahkan hati jutaan muslim, terutama anak-anak muda seperti Dewa.