Home Berita FLP Tips Merangkai Imajinasi Menjadi Cerita Terungkap di Kelas Menulis FLP Cabang Gresik

Tips Merangkai Imajinasi Menjadi Cerita Terungkap di Kelas Menulis FLP Cabang Gresik

“Bagaimana jika telinga kita menghadap ke atas? Bagaimana jika kita bisa mendengar suara-suara di alam kubur? Bagaimana jika ikan-ikan melakukan konspirasi?” Demikian cara Mega Anindyawati mencontohkan cara bertanya untuk menggali ide-ide baru saat menulis cerpen.

Hal ini Kak Mega, sapaan akrabnya, sampaikan pada Kelas Menulis Cerpen yang digelar FLP Cabang Gresik di Perpustakaan Rumah Pelangi, Desa Suci, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik (13/11/2022). Tim Divisi Karya FLP Cabang Sidoarjo sekaligus FLP Jawa Timur yang sudah berangkat sejak pukul 5 pagi dengan naik Bus Trans Jatim itu mengupas bagaimana merangkai imajinasi menjadi cerita.

Tak hanya memulai dengan kata tanya ‘bagaimana’, Kak Mega juga mencontohkan pertanyaan lain terinspirasi dari cerpennya berjudul ‘Gadis Murung Berambut Kelabu’ dalam buku ‘Konspirasi Ikan-Ikan’. “Apa yang terjadi jika seorang gadis biasa bisa melihat masa lalu orang melalui manik matanya?” Pertanyaan ini membawanya meraih juara 2 lomba menulis cerpen sastra Lovrinz.

Selain itu, Kak Mega juga mengimbau peserta berani bereksperimen dan mengasah kepekaan saat menggali ide. Kelas semakin ‘hidup’ saat beberapa peserta berbagi kebiasaannya dalam mencari ide. Ternyata mereka punya beragam cara. Seperti Ziyah yang memilih healing (jalan-jalan), Salma terinspirasi dari menonton film, sedangkan Naura berimajinasi sebelum tidur.

Kak Mega pun menyarakankan agar mereka membawa catatan berupa buku fisik maupun virtual di ponsel saat jalan-jalan. “Tulis apa yang ditemui. Di mana pun kita berada, bawa buku catatan! Tulis, nanti jadi bank ide,” tuturnya.

Menulis Cerpen Mudah

Kak Mega menegaskan, menulis cerpen itu mudah. “Dari kejadian di sekitar kita bisa menjadi tulisan. Kalau kita membaca dan menulis, tanpa banyak teori bisa menghasilkan karya menarik!” ungkap penulis enam buku solo dan lebih dari 50 buku antologi itu.

Menurutnya, membaca bisa mendorong seseorang belajar teknik dan diksi yang pengarang gunakan, sedangkan menulis melatih seseorang menuangkan ide dan gagasannya. Membaca dan menulis inilah kuncinya.

“Untuk menjadi mahir, kita butuh waktu 10 ribu jam. Ketika meluangkan waktu menulis satu jam dalam satu hari, maka butuh 27 tahun untuk mahir. Itu kalau rutin satu hari satu jam,” jelas peraih juara I lomba menulis cerpen di ajang Festival Penulis 2022, Opinia 2022, dan Lintashaba.com 2022 itu.

Dalam kesempatan itu, dia mengupas cara membuat premis dan menentukan judul yang menarik. Dia juga mengungkap hal-hal yang perlu dihindari saat menulis cerpen. Salah satunya dialog bertele-tele. “Ketika dialog itu dihilangkan dan tidak berpengaruh ke isi ceritanya, berarti dialog itu tidak penting,” terangnya.

Selain itu, Kak Mega mengajak peserta menghindari penggunaan latar klise. “Matahari bersinar terang, gak usah dijelaskan!” Begitu pula dengan pengenalan tokoh terlalu panjang, sebab sifat tokoh bisa masuk ke latar dan narasi, dari bagaimana tokoh mengucap dan merespon,” imbuhnya.

Kata penulis belasan artikel di media itu, cerita yang baik senantiasa bermain dengan karakter yang kuat dan plot yang bagus. Meski ada satu karakter tokoh yang tidak masuk akal, lanjutnya, tetap harus bikin pembaca percaya ada sosok seperti itu. “Tokoh masih punya kebiasaan seperti manusia lainnya!” imbuh Kak Mega.

Bicara soal menentukan alur cerita, ia menuturkan, “Ibarat mengupas buah apel, kita bisa membuka dari bagian maupun asal eksekusinya bagus, tapi jangan dibuka semua.”

Pelatihan Tiga Pekan

Ketua FLP Cabang Gresik Umahatun Fauziyah dalam sambutannya menerangkan, majelis itu akan berlangsung selama tiga pekan. Ini kali pertama FLP Cabang Gresik menggelar pelatihan tatap muka. Sebelumnya, pada 22 September-2 Oktober 2022, FLP cabang ini menggelar kelas menulis esai secara daring.

Kak Ziyah, sapaannya, tak menduga forum tatap muka itu bisa terlaksana dalam waktu dekat, bahkan dimulai pada hari itu. “Ini permintaan sudah lama dari Bu Nency, founder perpustakaan ini juga Pembina FLP Cabang Gresik. Beliau ingin ada kegiatan ini untuk mewadahi para pelajar yang suka menulis maupun yang masih sebatas punya keinginan,” ujarnya.

Dia yakin, dari pemaparan materi bersama Kak Mega di pertemuan pertama pagi itu, juga pendampingan langsung bersama Kak Suyanik (Sekretaris FLP Cabang Gresik) pada pekan kedua, nantinya ada karya peserta yang dibukukan sebagai kenang-kenangan. Saat Kak Ziyah bertanya siapa di antara peserta yang sudah pernah menerbitkan buku, semua peserta menggeleng.

“Kalau belum, jadikan ini sebagai karya pertama adik-adik semua bersama FLP dan Rumah Pelangi!” tuturnya. Dia lantas meminta peserta mengikuti dengan santai karena FLP Cabang Gresik akan mendampingi mereka. “Diskusi bisa dilanjutkan di grup kalau ada yang masih tidak paham, ini forum happy-happy, gak usah tegang,” imbuhnya.

Adapun Nency Septriyana, biasa disapa Bu Nency, bersyukur para peserta datang dengan wajah penuh semangat. Karena semua peserta menggeleng saat ditanya apakah sebelumnya pernah ke perpustakaan itu, dia menerangkan, “Ini perpustakaan milik Desa Suci. Berdiri 11 tahun yang lalu. Buka Senin sampai Jumat. Ahad ada berbagai pelatihan keterampilan,” imbuhnya.

Bu Nency juga mengungkap, perpustakaannya masih konsisten menjalin kerja sama dengan FLP dalam hal kepenulisan. Dengan disponsori PT Smelting selama enam tahun terakhir, dia berharap tetap semangat menggerakkan minat baca. “Mudah-mudahan istiqamah,” ujarnya di depan peserta pelatihan yang terdiri dari pelajar SMP, SMA, maupun pengelola rumah baca. (*)

Penulis: Sayyidah Nuriyah, Kordiv Humas FLP Cabang Gresik

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version