Suluh Rindu adalah novel terbaru karya Habiburrahman El Shirazy. Novel ini merupakan buku kedua dari dwilogi pembangun jiwa. Buku pertama berjudul Kembara Rindu telah terbit tiga tahun sebelumnya.
Ketika menjadi moderator Kang Abik pada 15 Agustus 2021, saya sempat bertanya kepada beliau kapan lanjutan Kembara Rindu terbit. Terus terang, lanjutan novel itu merupakan buku yang paling saya tunggu. Waktu itu, Kang Abik tidak menjanjikan kapan. Hingga kemudian, beliau memberikan kejutan dengan peluncuran Suluh Rindu pada Juli 2022. Saya baru mendapatkan buku itu dan membacanya pada akhir Agustus 2022.
Suluh untuk Perindu
Kita tak pernah tahu takdir yang menanti di depan sana. Namun, bagi orang-orang yang ikhlas berjuang menebar cinta-Nya, Allah akan hadirkan selaksa asa. Allah akan memberikan karunia terbaik meskipun terkadang harus melewati ujian terjal bersimbah keringat dan berdarah-darah.
Dalam Kembara Rindu, Ainur Ridho pulang kampung ke Way Meranti setelah Kiai Nawir menyuruhnya. Pengasuh Pesantren Darul Falah Sidawangi itu juga menitipkan Diana, putri bungsunya, yang akan kuliah di Fakultas Kedokteran UNILA dan akan tinggal di pesantren kakaknya, Kiai Shobron di Bandar Lampung.
Sampai di Way Meranti, Ridho menghadapi berbagai ujian. Kakek Jirun sakit dan sudah satu bulan di ICU. Tanah dan rumah Nenek Halimah sudah tergadaikan demi biaya pengobatan suaminya. Syifa, sepupu yang sama-sama yatim piatu, menjadi tumpuan mencari nafkah dengan menjual gorengan selama Kakek Jirun sakit dan Ridho di pesantren.
Ujian ekonomi yang Ridho hadapi tak menyurutkan langkahnya untuk berdakwah di kampung halaman. Ia sempat tak bisa fokus karena harus sibuk membangun usaha yang beberapa kali belum juga kelihatan hasilnya. Bekal dari Sidawangi habis untuk modal usaha, bahkan Ridho berhutang pada temannya. Syukurnya, Kiai Shobron memberikan suntikan modal baru untuk khadim kesayangan abahnya itu.
Ridho berhasil melewati ujian ekonomi setelah sowan ke Kiai Harun, Pengasuh Pesantren Kanzul Barakat, Gisting. Ia mendapat nasihat untuk menjaga masjid peninggalan kakek buyutnya dan mendirikan pesantren di sana. Usahanya tidak boleh menelantarkan dakwahnya. Biidznillah, Pesantren Al Ihsaniyah Way Meranti tumbuh dan usaha Ridho juga berkah. Ia bahkan bisa memberikan beasiswa untuk anak-anak yatim piatu dan dhuafa yang belajar di pesantrennya.
Kita tak pernah tahu takdir yang menanti di depan sana. Pun soal akan berjodoh dengan siapa. Namun, bagi orang-orang yang merindukan-Nya, Allah akan menggenapinya dengan cinta. Allah hadirkan sebaik-baik belahan jiwa, bahkan lebih baik dari yang ia pinta. Meskipun terkadang, ada perjalanan panjang berhias luka dan air mata sebelum masa indah itu tiba.
Dalam Suluh Rindu, Pesantren Al Ihsaniyah yang Ridho dirikan berkembang pesat. Syifa berhasil menghafal 30 juz Al-Qur’an, bahkan menjadi hafizah terbaik di Pesantren Kanzul Barakat. Lina berhasil menyelesaikan kuliah kedokterannya. Ia juga terus berusaha agar adik tirinya, Syifa dan Lukman mendapatkan hak warisan.
Kisah cinta bermula ketika masyarakat mengharapkan berdirinya pesantren putri. Pada saat yang sama, Kakek Jirun yang sudah sembuh juga berharap bisa melihat Ridho segera menikah.
Lantas siapakah yang akan menjadi istri Ridho? Ada beberapa nama yang berkelebat dalam hatinya. Lina, calon dokter yang cerdas dan shalihah. Kakak tiri Syifa itu juga cantik dan baik hati. Namun, Ridho berencana, nanti setelah ia menikah, Pesantren Al Ihsaniyah akan membuka pendaftaran untuk santriwati. Maka ia mensyaratkan calon istrinya adalah muslimah yang hafal Al-Qur’an dan bisa membaca kitab kuning.
Apakah Syifa? Ia hafal Al-Qur’an dan bisa membaca kitab kuning. Namun, selama ini Ridho menganggapnya seperti adik kandung sendiri. Tanpa sepengetahuan Ridho, rupanya Syifa justru mencintainya. Perasannya kepada Ridho lebih dari perasaan seorang adik kepada kakak.
Nama Neng Diana juga masuk dalam radar Ridho. Calon dokter itu hafal Al-Qur’an sejak kecil dan pandai membaca kitab kuning. Semua kriteria ada padanya. Namun, karena Diana adalah putri Kiai-nya, Ridho tidak berani lebih jauh memikirkannya. Ia takut su’ul adab jika melamar Diana. Sementara Diana sendiri sudah lima kali menolak lamaran. Tak ada satu pun yang ia merasa cocok untuk menghabiskan hidup bersama.
Muncul juga Siti Naimah. Teman Syifa yang juga hafizhah. Namun, sebelum sempat melangkah, Naimah sudah dikhitbah oleh orang lain dan kemudian menikah.
Ridho berikhtiar menjemput jodoh dengan sowan kepada Kiai Harun dan Kiai Shobron. Di sinilah kisah serunya. Kiai Shobron menyuruh Ridho melamar Diana ke Sidawangi. Di saat yang hampir bersamaan, Kakek Jirum menyarankannya untuk menikahi Syifa yang dipaksa neneknya menerima Andre, Calon Bupati di salah satu kabupaten di Lampung.
Siapa yang kemudian menjadi istri Ridho? Mengapa dalam blurb Syifa disebut menghadapi cobaan terberat dan hal buruk? Bagaimana hasil perjuangan Lina menuntut hak waris untuk adik tirinya, Syifa dan Lukman? Lalu bagaimana Ridho menyelesaikan konflik saat berhadapan dengan keluarga calon bupati yang dapat ke Pesantren Al Ihsaniyah bersama premannya? Baca langsung novel Suluh Rindu ini untuk menemukan jawabannya.
Baca juga: Sesuk Tere Liye
Piawai Memadukan Plot, Tokoh, dan Latar
Sebagai novelis nomor 1 di Indonesia sebagaimana tercantum dalam kaver depan novel ini, Kang Abik piawai dalam memadukan plot, tokoh, dan latar. Termasuk dalam Suluh Rindu ini.
Plot Suluh Rindu
Empat kaidah plot terpenuhi dalam novel Suluh Rindu ini. Pertama, plausibilitas. Alur cerita dalam novel ini sangat realistis. Semuanya mungkin terjadi dalam kehidupan nyata. Baik perjuangan Ridho mendirikan pesantren, bagaimana akhirnya Ridho menemukan cintanya, hingga ujian berat yang Syifa alami.
Kedua, suspense. Kang Abik sangat lihai membangkitkan keingintahuan pembaca hingga menikmati sampai halaman terakhir. Ketika membaca buku pertama, Kembara Rindu, saya sangat penasaran karena ceritanya berakhir saat Lina memeluk Syifa dengan berderai air mata. Ia terharu mendengar lantunan tilawah adik tirinya yang sudah hafal 25 juz itu. Syifa yang bingung karena Lina memanggilnya adik akhirnya ingat, foto Lina ada di ruang tamu rumah Bu Rosma. Ibu tiri yang mengusirnya pada pertemuan pertama.
Ketiga, surprise. Novel Suluh Rindu berhasil menyajikan alur cerita yang tidak mudah ditebak. Misalnya Lina yang sering muncul sejak Kembara Rindu. Pembaca mungkin menebak ia akan menikah dengan Ridho. Nyataya tidak. Ia memang memiliki rasa suka kepada Ridho tetapi belum menjadi cinta. Layaknya Ridho, Lina juga menjaga kesucian hatinya.
Yunus yang ingin menikahi Syifa, ternyata tidak jadi. Syifa yang mendapat lamaran dari Pesantren Kanzul Barakat, juga tidak menerimanya. Dan yang membuat deg-degan, Ridho yang sudah memberanikan diri mau melamar Diana di Pesantren Sidawangi mengurungkan niatnya karena Diana sendiri menantangnya jika berani melamar, ia siap jadi istri Ridho.
Keempat, kesatupaduan. Semua peristiwa dalam alur cerita Suluh Rindu merupakan kesatupaduan secara utuh. Peristiwa yang Ridho alami dalam membangun pesantren dan mencari pasangan hidup, konflik antara Lina dengan Sita kakaknya, sampai cobaan yang menimpa Syifa hingga menemukan cinta sejatinya. Semuanya saling mendukung.
Baca juga: Rasa Tere Liye
Tokoh dan Penokohan
Kang Abik juga pandai menghadirkan banyak tokoh dengan karakternya yang khas.
- Ridho. Santri Pesantren Sidawangi, khadim Kiai Nawir, dan kini menjadi kiai pengasuh Pesantren Al Ihsaniyah. Hatinya lembut, penyayang, tetapi juga tegas. Misalnya saat Diana hampir nabrak sewaktu memaksakan nyetir di malam hari, ia tegas mengambil alih kemudi. Saat Diana diganggu preman, ia patahkan lengan preman itu. Ini yang membuat Diana kagum dan akhirnya jatuh cinta. Ridho sangat menjaga kehormatan, tidak mau menerima bantuan calon bupati yang minta difoto. Juga sangat taat kepada Kiainya.
- Syifa. Dari penjual gorengan ia berubah menjadi santriwati penghafal Al-Qur’an. Baik hati tetapi lemah pendirian saat menghadapi neneknya. Ia terpaksa menolak lamaran orang shalih dan masuk dalam ujian berat yang membuatnya trauma. Namun pada akhirnya, berkah Al-Qur’an, ia bisa bersanding dengan cinta sejatinya.
- Diana. Putri bungsu Kiai Nawir. Cantik, cerdas, keras kepala. Ketika sudah menginginkan sesuatu, tidak ada yang bisa mencegahnya. Selain Abah dan kakaknya, hanya Ridho yang bisa ‘menaklukkan’ keras kepalanya.
- Lina. Kakak tiri Syifa yang baru saling tahu setelah jadi mahasiswi. Cerdas, baik hati, suka mengalah. Ia selalu mengalah pada ibu dan kakaknya hingga berkenalan dengan Syifa dan menjadi tegas dalam memperjuangkan haknya.
- Kiai Nawir. KH Ahmad Munawir adalah pengasuh Pesantren Darul Falah Sidawangi. Kiai kharismatik yang sangat Ridho hormati. Memiliki mata batin dan firasat yang tajam. Misalnya menyuruh Ridho pulang kampung tepat saat keluarganya sangat butuh kehadiran Ridho. Beliau juga demokratis, tidak mau menjodohkan Diana kecuali jika Diana sendiri yang memilih calon suaminya.
- Kiai Shobron. Kakak kandung Diana, pengasuh Pesantren Minhajush Sholihin di Bandar Lampung. Ia mewarisi karakter Abahnya yang alim dan penuh kharisma.
- Kakek Jirun dan Nenek Halimah. Kakek dan nenek kandung Ridho. Keduanya baik hati dan bijaksana.
- Nenek Zumroh. Adik kandung Nenek Halimah yang sombong, keras kepala, dan silau oleh dunia.
- Rosma. Ibu kandung Lina dan Sita. Sangat membenci Syifa dan Lukman, tidak mau keduanya mendapatkan sedikit pun bagian warisan. Di akhir usianya ia bertaubat.
- Sita. Kakak kandung Lina. Curang dalam membagi aset warisan kepada Lina. Sangat terpengaruh oleh Ferdi, pacar yang kemudian menjadi suaminya sehingga kehilangan insting bisnisnya.
- Selain itu ada sederat nama lainnya seperti Lukman, Yunus, Gus Najib, Kiai Harun, Santi, Cak Rosyid, Pak Purnomo, Andre, Iwan Jabrix, dan Ferdi.
Baca juga: Tanah Para Bandit
Latar Suluh Rindu
Kang Abik identik dengan novel berlatar Mesir. Dua yang paling populer dan telah difilmkan adalah Ayat-Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih. Novel Suluh Rindu mengambil latar nusantara, tetapi tetap ada Mesir-nya. Kok bisa? Ya, karena Ridho mewakili MUI Lampung mengikuti Tadribul Duat wal Aimmah di Al Azhar selama empat bulan. Di sana ia juga berbulan madu dengan istri pertamanya. Istri pertama? (Makanya, segera baca novelnya! Hehe)
Banyak latar dalam novel ini. Yang paling dominan adalah Way Meranti, kota Liwa, dan kota Bandar Lampung. Sidawangi yang dominan pada Kembara Rindu juga tetap ada di buku kedua ini. Mayoritasnya adalah dunia pesantren. Kita seperti bertamasya melihat suasana pesantren dan tradisinya. Mulai dari Pesantren Al Ihsaniyah di Way Meranti, Pesantren Minhajush Sholihin di Bandar Lampung, Pesantren Kanzul Barakat di Gisting, Pesantren Darul Falah di Sidawangi, Pesantren Risalatul Azhar di Lombok Tengah, dan lain-lain. Juga berbagai keindahan nusantara mulai dari Puncak Seminung hingga Sabang.
Selain Mesir, latar luar negeri ada Yordania dan Inggris. Syifa yang membawa kita ke sana. Ia kuliah dalam rangka memperdalam bahasa Arab dan mengambil S2 psikologi. Kuliah itu sekaligus menjadi healing bagi Syifa untuk mengobati luka batinnya.
Baca juga: Kutipan Novel Rasa
Kaya Inspirasi Pembangun Jiwa
Tak salah jika Kembara Rindu dan Suluh Rindu disebut sebagai dwilogi pembangun jiwa. Novel ini sarat hikmah dan inspirasi, antara lain:
Kesungguhan Belajar
Dari Ridho, Syifa, Diana, dan Lina, kita mendapatkan inspirasi kesungguhan dalam belajar. Sampai memaksakan diri mengurangi jam tidur agar bisa belajar lebih banyak. Pada akhirnya, man jaddwa wadaja. Ridho memiliki sanad keilmuan pesantren dan lulus S2, Syifa hafal Al-Qur’an dan lulus S2, Diana dan Lina menjadi dokter.
Semangat Berjuang
Bagaimana Ridho mendirikan pesantren, jatuh bangun dalam merintis usaha. Lina berjuang agar adik-adik tirinya mendapatkan bagian warisan dan agar dirinya tidak dicurangi dalam pembagian warisan. Termasuk memperjuangkan cinta suci seperti yang Diana lakukan. Semuanya menginspirasi untuk semangat berjuang.
Semangat berjuang itu juga tampak dari riyadhah yang dilakukan Syifa dan hafizh-hafizhah lain yang menerima sanad dari Mbah Kiai Munawwir Krapyak. Yakni mengkhatamkan Al-Qur’an 30 juz dengan hafalan setiap hari selama 41 hari. Setelah itu Al-Qur’an seperti di luar kepala, mendarah daging dalam dada penghafalnya.
Menjaga Adab
Meskipun sudah menjadi Kiai pengasuh pesantren, ketika di Sidawangi, Ridho tetap memposisikan diri sebagai santri dan khadim. Ia juga tidak berani melamar Diana kepada Mbah Kiai Nawir karena takut su’ul adab. Ketaatannya kepada Kiai juga bagian dari adab tersebut. Begitu taatnya sampai akhirnya ia mau menikah lagi setelah Kiai Nawir menyuruhnya dan akhirnya bisa move on dari duka pasca wafatnya istri tercinta.
Baca juga: Kutipan Novel Hujan
Orientasi Akhirat, Tidak Cinta Dunia
Meskipun tahu adik sepupunya akan mendapat warisan ratusan miliar, Ridho tidak tergoda. Sebaliknya, dia berjuang dengan tulus agar adik-adik sepupunya mendapatkan haknya. Para tokoh protagonis dalam novel ini juga memiliki karakter serupa; niatnya menggapai rida Allah semata. Sebagai buahnya, hidup mereka berkah dan hati mereka bahagia. Berbeda dengan Bu Rosma dan Nenek Zumroh. Namun, keduanya akhirnya tersadar.
Menjaga Kesucian Cinta
Ridho, Diana, Syifa, Lina, Yunus. Semuanya menjaga kesucian cinta. Tak mau menyentuh yang belum halal. Tak mau menjalin hubungan yang hanya menjauhkan dari Tuhan. Meski terkadang desir cinta menyapa, mereka tak mau mengatakannya sampai benar-benar serius untuk khitbah dan menikah.
Tak Bisa Lari dari Takdir-Nya
Pada akhirnya, kita tidak bisa lari dari takdir cinta-Nya. Kita bisa berusaha menghindar atau menjauh dari seseorang. Namun, jika dia adalah jodoh kita, takdir akan mempertemukan kita dengannya. Itulah yang terjadi pada Syifa dan cinta sejatinya. Seseorang yang selama ini sangat dekat dengannya. [Muchlisin BK/flpjatim.id]
Baca juga: Sastra Pesantren
Identitas Buku
Judul buku: Suluh Rindu
Pengarang: Habiburrahman El Shirazy
Penerbit: Republika Penerbit
Tanggal Terbit: Juni 2022
ISBN: 978-623-279-150-3
Tebal halaman: 594 halaman
Lebar: 14 cm
Panjang: 20 cm