Tausiah Literasi Ketua FLP Jatim di Halalbihalal FLP Gresik

240
halalbihalal FLP Gresik

Oleh Sayyidah Nuriyah, Kordiv Humas FLP Gresik

Rinai gerimis Kamis (26/5/22) pagi mengiringi pertemuan Halalbihalal FLP Cabang Gresik di rumah sang bendahara Dian Fajar Rahmayani Aprilia. Ternyata gerimis yang rata di seluruh penjuru Kota Pudak itu tak menyurutkan langkah para pejuang pena untuk bersua tatap muka.

Sejak dua jam sebelum waktu yang tertera di undangan, Koordinator Divisi Bisnis Siti Huroirohmatin berangkat dari kediamannya di Sidayu, Gresik. Begitupula dengan anggota Divisi Karya Beny Syah dan istrinya, Anggra, yang bertolak dari rumahnya di Balongpanggang, Gresik.

Alhasil, mereka tiba di kompleks Perumahan Pondok Permata Suci II sekitar pukul 08.00 WIB. Masih gerimis dan sepi, sebab forum silaturahmi baru terjadwal pukul 09.00 WIB. Berselang beberapa menit, satu per satu anggota dan pengurus FLP Gresik berdatangan.

Momentum tatap muka langka itu semakin spesial karena turut hadir dua pembina FLP Gresik. Ialah Muchlisin yang kini mengemban amanah sebagai Ketua FLP Jawa Timur dan Nency Septriyana yang sehari-harinya mengelola Perpustakaan Rumah Pelangi. Hadir pula Wakil Ketua FLP Jawa Timur Chairi Sulaiman dan Koordinator Divisi Jarcab Siti Maulina.

Mujahid Pena Lepas Rindu

Ketua FLP Gresik Umahatun Fauziyah dalam sambutannya bersyukur bisa melepas rindu di sana. “Di pagi hari ini yang suasananya syahdu, Allah masih memperkenan kita untuk bersua. Sudah beberapa tahun, hampir kita tidak pernah bertatap muka, jadi patut kita syukuri bersama-sama,” ujarnya.

Dia juga bersyukur dan berterima kasih kepada sang tuan rumah, Kak Dian, yang menawarkan rumahnya sebagai lokasi Halalbihalal. Masalah lokasi yang dihadapi Badan Pengurus Harian pun terpecahkan. Rencananya, FLP Gresik menggelar ini di kantor sekretariatnya, yaitu Perpustakaan Rumah Pelangi, tapi tidak jadi karena masih dalam renovasi. “Kalau kita menunggu renov selesai, momen Halalbihalal juga selesai,” imbuhnya sambil tertawa.

Tak ketinggalan, perempuan yang akrab disapa Kak Ziyah itu menyapa Muchlisin yang berkenan menyampaikan tausiah literasi. “Kalau di luar siraman hujan, kalau di sini siraman ruhani,” candanya.

Kak Ziyah bersyukur dia semakin menemukan tim yang solid di lingkaran FLP yang penuh manfaat. Dia menegaskan, “Di FLP ini kita tidak hanya dibina secara kepenulisannya, tapi juga secara ke-Islamannya dan secara keorganisasiannya.”

Dia berterima kasih kepada rekan FLP Gresik yang rela berproses mendewasa bersama di organisasi yang membutuhkan keikhlasan itu. “Tanpa ada gaji bulanan maupun harian, kita semua adalah para mujahid pena,” ungkapnya.

Sementara itu, Pembina FLP Gresik Nency Septriyana menilai perkembangan FLP Gresik semakin baik. “Saya berharap, kerja sama FLP Gresik dengan berbagai pihak semakin luas. Banyak komunitas di Gresik yang bisa dirangkul,” imbaunya.

Dia mencontohkan, Perpustakaan Rumah Pelangi punya program yang bisa disinergikan dengan FLP. “Bikin buku Gresikan versi anak,” ujarnya.

Tausiah Literasi

Sebelum menyampaikan tausiah literasinya, Muchlisin mengapresiasi Chairi Sulaiman, Dai Korps Muballigh Muda Muhammadiyah (KM3), yang telah melantunkan surat Al-Hujurat ayat 10. “Tilawah dai KM3 menyentuh hati, bikin menangis,” ungkapnya.

Menurutnya, ayat suci tersebut tepat dibacakan dalam momentum ini karena perihal ukhuwah memang paling banyak disampaikan di sana. “Sejak ayat pertama sudah membicarakan tentang ukhuwah,” terang Muchlisin.

Mengawali tausiah literasinya yang bertema “Rajut Silaturahmi, Gapai Ridha Ilahi”, pria yang akrab disapa Cak Sin itu mengingatkan tujuan mereka yaitu berdakwah, baik melalui tulisan maupun media lainnya.

Dia kemudian mengingatkan, Syawal itu bulan peningkatan takwa setelah sebulan berpuasa di bulan Ramadhan. Seorang sahabat Nabi bernama Ubay bin Ka’ab mengartikan takwa itu hati-hati. “Hati-hati saat kita melihat, mendengar, menggunakan lisan, dengan tulisan,” urainya.

Cak Sin menyadari sekarang jempol kita lebih banyak berbicara daripada mulut. Dia lantas berpesan, “Jadi hati-hatilah, sebab ketakwaan membuat kita mulia di hadapan Allah Swt dan umatnya!”

Adapun karakter orang bertakwa yang erat dengan literasi, kata Cak Sin sesuai firman Allah Swt dalam Adz-Dzariyat ayat 15. “Sesungguhnya orang yang bertakwa berada di taman surga,” ungkapnya.

“Kita sebagai penulis diajak Allah Swt untuk mengimajinasikan, bayangkan surga itu ada taman yang indah dan banyak mata air. Sebagai penulis, kalau mau menggunakan imajinasi, kita akan luar biasa! Orang yang memadukan antara imajinasi sastra dengan ilmu ketika menulis hasilnya akan berbeda,” jelas Cak Sin.

Karakter Penulis Bertakwa

Bagaimana karakter orang bertakwa sehingga dimasukkan Allah Swt ke surga? Demikian pertanyaan retorik yang Muchlisin lontarkan. “Sesungguhnya mereka dahulu orang-orang yang muhsinin. Yaitu orang-orang yang berbuat baik. Misal bersedekah dengan tulisan. Kita niatkan untuk menginapirasi, mencerahkan,” jawabnya kemudian.

Dia menjelaskan, ihsan itu beribadah kepada Allah seakan-akan dilihat Allah. “Tidak sekadar berbuat baik tapi yang terbaik. Jadi ketika menulis, nggak sekadar menulis tapi meyakinkan tulisan kita membawa kebaikan!” tegasnya.

Karakter lainnya, membalas keburukan dengan kebaikan. “Bayangkan ketika nulis, lalu ada yang berkomentar kok tulisannya jelek, minimal akan terus menulis, meningkatkan kualitas prestasi sampai dia tidak bisa berkomentar lagi,” lanjutnya.

Menurutnya, menulis itu seperti bersepeda. Semakin terus-menerus dilatih, maka akan lebih cepat menulisnya karena sudah terbiasa. “Padahal awal bersepeda sering terjatuh, lama-lama sambil melamun sudah sampai tempatnya. Sambil berimajinasi, tulisan sudah bisa jadi,” imbuhnya.

Selain itu, dia menyatakan muatan emosi akan memperkuat tulisan. Termasuk saat Jatuh cinta dan patah hati. Tak harus kepada manusia. Cak Sin mencontohkan, saat patah hati tertinggal sayembara menulis. “Saat itu kita tulis, nanti akan jadi pelajaran. Ternyata saya pernah mengalami jatuh yang seperti ini dan berhasil bangkit lagi dengan healing,” terangnya meminjam istilah menyembuhkan diri yang sedang tren.

Cak Sin juga menyatakan, waktu tidur orang bertakwa sedikit. Ia menyadari ini hal yang berat, bahkan bagi seorang ulama. Dia menyatakan, “Untuk jadi penulis yang lebih produktif, kurangi jam tidur!”

Di waktu sepertiga malam di mana banyak orang terlelap, kata Cak Sin, Bunda Sinta Yudisia melakukan Shalat Tahajjud kemudian menulis. Dengan demikian, menurutnya apa yang tertuang dalam tulisan akan mendapat arahan dari Allah Swt.

Cak Sin juga mengingatkan, orang bertakwa bisa menangkap tanda-tanda kekuasaan Allah yang telah Dia hamparkan. Adakalanya penulis mengeluh tak ada ide, buntu. Padahal setiap hal bisa mengarahkan seseorang untuk menulis.

Seperti halnya menonton film, bisa menginspirasi untuk menulis. “Niatkan nonton drakor untuk mengambil ide!” ujarnya merespon celetukan Kak April, peserta yang mengaku hobi nonton drama Korea.

Begitupula ketika di perjalanan menemui jalan buntu karena perbaikan jalan. Di sana Allah mengizinkan melihat batu. Cak Sin kemudian mengajak peserta brainstorming (curah ide) apa yang bisa ditulis dengan kata “batu”. Sebagian peserta menjawab kata fisik seperti batu bata, batu keras, batu pualam.

Ada pula peserta yang menjawab istilah kepala batu. Kemudian dari “kepala batu” itu Cak Sin mencontohkan penulis bisa mendapat ide tulisan tentang bos yang otoriter.

Ramah-tamah

Usai peserta menyegarkan diri secara spiritual dengan shalat Dhuhur, sajian sepiring lontong bakso hangat menambah energi fisik peserta siang itu. Diskusi gayeng tentang pengadaan jas FLP Gresik pun berlangsung berdampingan.

Pembacaan bait-bait puisi berjudul “Kota Berdebu” ciptaan Kak Beny Syah mewarnai forum santai itu. Berikut sebagian tubuh puisi yang Kak Beny bacakan sendiri dengan lantang sambil duduk di tangga.

Kotaku berdebu
Di perempatan jalan tempatku bercengkrama
Hingga kata-kata kotor menjadi teman utama
Trotoar menjadi lawan bagi pejalan kaki
Kotaku berdebu
Sejenak kumelihat bulan bujur sangkar
Dari latah anak berikrar
Mengemis demi sedikit cerita manis
Menjual demi secercah harapan
Sedang tahta pangeran kuda lupa derita rakyat jelajah.

Puisi Kak Beny sukses menyentil peserta yang hadir. “Bergetar jantung hatiku mendengar suara Pak Benny, syair di setiap bait sungguh mengusik kalbu,” ujar Nikmah Fitriani, anggota Divisi Kaderisasi.

Akhirnya, tukar kado menutup hari yang mulai beranjak sore. Setelah semua peserta menerima kado, mereka langsung membukanya. Binar mata mereka mencerminkan syukur dan bahagia menggenggam kado di tangan mereka. “Jangan melihat nominalnya, lihatlah siapa yang memberi!” tutur Kak Ziyah memecahkan tawa dan senyum para peserta. []

Konten sebelumnyaMuscab FLP Kediri: Menyerah Bukan Pilihan
Konten berikutnya“Cinta Subuh”: Perbaiki Subuhmu, Membaiklah Urusan Hidupmu

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini