“Keluarga Cemara”: Tempat Pulang Paling Hangat Adalah Keluarga

4677
sumber: Google

Oleh: Novita Anggun (FLP Sidoarjo)

Sesuai dengan judulnya, Keluarga Cemara merupakan film adaptasi dari serial TV yang pernah hit di era 90-an. Kisah perjalanan keluarga Abah, Emak, Euis, dan Ara dibuat ulang dalam bentuk layar lebar oleh sutradara Yandy Laurens bersama Visinema Pictures tahun 2019. Film ini mulai tayang di Neflix serentak sebagai peringatan untuk hari anak nasional yang jatuh di tanggal 23 Juli.

Mengisahkan tentang Abah (Ringgo Agus Rahman) dan Emak (Nirina Zubir) yang pada awalnya memiliki kehidupan yang terlihat baik-baik saja, tapi mendadak langsung jatuh miskin karena kesalahan fatal yang dilakukan oleh kakak ipar. Segala aset kekayaan hingga rumah yang mereka tempati terpaksa harus disita. Kedua anaknya, Euis (Adhisty Zara) dan Ara (Widuri Puteri) juga harus rela meninggalkan teman-temannya di kota untuk mengikuti Abah dan Emak pindah ke kampung yang berada di pelosok.

Film dengan durasi 110 menit ini membuat mata saya sembab. Hati menghangat saat melihat sosok Euis yang seperti bercermin pada diri sendiri lima belas tahun silam. Sosok anak remaja yang harus menekan ego dan menahan keinginannya untuk tetap bertahan patuh kepada kedua orang tuanya yang sedang tertimpa musibah. Kecintaannya pada dance harus rela dilepaskan saat ia turut pindah sekolah. Tidak pernah terpikirkan oleh Euis sebelumnya jika harus sekolah sambil berjualan opak demi membantu Emak. Hal itu persis seperti saya yang dulu berjualan ongol-ongol atau cenil sambil sekolah. Tidak ada waktu untuk belajar. Saya fokus membantu ibu mencari uang demi menyambung hidup yang seperti sudah di ujung tanduk. Air mata tidak kuasa untuk tidak turun. Rasa haru seolah penuh dan menyesakkan dada. Film “Keluarga Cemara” benar-benar sukses mengoyak hati saya kala ini. Membuat saya semakin menyayangi semua anggota keluarga yang masih lengkap saat ini.

Sosok Abah digambarkan dengan sangat bijaksana, jujur, hingga seperti ayah idaman. Hal itu membuat senyuman terukir kembali di wajah saya yang sembab. Akting Ringgo Agus yang biasanya slengekan sangat natural dan pas memerankan Abah. Didukung pula dengan Nirina Zubir yang selalu sukses memerankan berbagai karakter tokoh. Ibaratnya, film ini paket lengkap.

Beberapa nilai moral yang bisa diambil dan penuh hikmah:

Pentingnya arti keluarga

Poin pentinya memang ini, kalau perlu di-bold dan di-underline. Seterpuruk apa pun, segagal apa pun, sejelek apa pun, keluarga adalah satu-satunya tempat yang menunggu kehadiranmu. Keluarga akan terus membuka lebar tangan untuk siap mendekap diri yang mulai menggigil karena berbagai tempaan dari luar.  

Tokoh-tokoh yang mencuri perhatian

Saya pribadi suka Euis karena seperti bercermin. Namun, semua tokoh utama dalam film ini memiliki porsi yang pas dan menarik perhatian masing-masing. Tokoh Abah yang begitu jujur dan sabar meski terus diuji oleh Tuhan. Sosok lelaki yang tanggungjawab dan melindungi keluarga. Tangis saya kembali pecah saat Abah menyalahkan dirinya atas semua hal yang menimpah anak istrinya.

Emak pun menjadi idola saya karena digambarkan sebagai wanita dan ibu yang begitu lembut, pengertian, dan cekatan. Rasanya sulit sekali berada di posisi Emak yang harus hidup susah saat hamil tua. Tidak tanggung-tanggung memang film ini menguras emosi dan air mata penikmatnya. Satu lagi sosok yang membuat film ini semakin hidup yaitu Ara atau Cemara. Ya, judul ini memang diambil dari nama anak kedua dari Abah dan Emak. Ara yang masih berusia tujuh tahun ini memiliki suara yang merdu, sosok yang menggemaskan, dan terkadang ucapannya sering menohok dan membuat sadar yang mendengarkannya. Pokoknya Ara ini seperti penyegar, saat tegang, dialog Ara membuat suasana kembali ceria.

Pentingnya komunikasi

Komunikasi juga menjadi benang merah dalam film ini. Abah di sini seolah menanggung segala permasalahan yang terjadi sebab dirinya. Padahal Emak, Euis, dan Ara tidak pernah menyalahkan Abah. Kurangnya komunikasi membuat Abah sering mengambil keputusan sendiri dan menyebabkan banyak permasalahan yang datang.

Film Keluarga Cemara ini seperti bukan sekasar film karena rasanya terlalu related dengan kehidupan di sekitar. Benar, jika banyak orang yang mengatakan bahwa film ini adalah film yang jujur. Sebuah film yang meninggalkan banyak pertanyaan di benak saya setelah menontonnya. Sudahkah memuliakan keluarga? Ayah dan ibu?

Film yang sangat berkesan untuk saya pribadi. Kalian belum nonton filmnya? Wah, sekarang sudah ada Keluarga Cemara 2 yang mulai tayang di bioskop. Kalau kalian belum lihat yang perdana, bisa langsung nonton di Netflix. Jangan lupa bawa tisu dan camilan. Selamat menonton.

Novita Anggun Nur Rahmi, dilahirkan di Sidoarjo, 29 November 1993. Ia suka menulis karena menjadi healing dan putrinya, Qiyara Sheena yang didiagnosa Beckwith Wiedemann Syndrome adalah serotoninnya dalam berkarya. Lebih sering menulis di platform online. Fb : Novita Anggun Nurahmi, IG : @novitanggun_ untuk kalian bisa bersapa online.

diedit oleh: Niswahikmah

Konten sebelumnyaMenyiapkan Literasi Sejak dalam Kandungan
Konten berikutnyaMuscab FLP Lamongan: Kebersamaan yang Menguatkan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini