Abu Bakar (Bagian 3): Ash-Shiddiq, Karakter Kepemimpinannya

59
abu bakar
ilustrasi (kalam.sindonews.com)

Sesuai gelar yang diberikan padanya, Abu Bakar adalah seorang ash-shiddiq. Tentu kita masih ingat pidatonya yang mengguncang batin rakyat. Singkat, tetapi mengandung banyak hikmah. Dan, ia adalah orang yang sangat berkomitmen dengan khutbah tersebut.

Pengiriman pasukan Usamah dan pasukan untuk memerangi kaum yang menolak berzakat dan murtad serta nabi-nabi palsu adalah contoh bentuk komitmennya terhadap janji yang sudah ia sampaikan.

Selain itu, komitmennya dalam menunaikan hak sesuai tempatnya juga diuji tatkala baru menjabat sebagai khalifah. Fatimah binti Rasulullah datang bersama Abbas bin Abdul Muthallib untuk meminta sebidang tanah sebagai warisan dari Nabi Muhammad.

Namun, Abu Bakar menolak dengan mengatakan, “Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, “Kami para nabi tidak diwarisi, apa yang kami tinggalkan adalah sedekah.” Demi Allah, tidaklah aku membiarkan satu urusan pun yang pernah kulihat dilakukan Rasulullah, melainkan pasti juga kulakukan. Aku khawatir menyimpang jika meninggalkan suatu perintah beliau.”

Meskipun Abu Bakar tidak tega dengan wajah sedih Fatimah, putri Rasulullah itu, tapi ia tetap tegas memegang amanah. Ia menjalankan segala sesuatunya berpegang pada tuntunan Rasulullah. Ialah orang yang paling pertama bersegera menjalankan perintah Nabi saw. saat masih hidup, dan tetap setia bahkan ketika Nabi saw. telah meninggal.

Kepribadian Abu Bakar setelah menjadi khalifah tidak berubah, malah karakternya semakin kuat. Kerendahan hatinya membuat ia memilih berjalan kaki saat mengantar pasukan Usamah bin Zaid. Sampai-sampai Usamah merasa sungkan karena ia naik unta, sedangkan Abu Bakar berjalan kaki. Ia meminta Abu Bakar untuk naik unta saja sementara ia akan turun. Namun, Abu Bakar tahu cara menjadikan Usamah dihormati sebagai pemimpin pasukan. Ia menolak dan tetap mau berjalan kaki.

Selain itu, tatkala Abu Bakar merasa bahwa Umar tidak perlu diikutsertakan dalam pasukan, ia terlebih dahulu meminta persetujuan Usamah sebagai pemimpin pasukan. Ketika Usamah menyetujuinya, baru ia menahan Umar. Ini salah satu bentuk komitmen Abu Bakar dalam meletakkan segala sesuatu sesuai tempatnya, termasuk hak pemimpin pasukan dalam mengambil keputusan, sekalipun Usamah masih muda.

Ketawaduan dan sifat amanah berpadu dalam dirinya, menciptakan pribadi yang sangat menawan. Pribadi itulah yang di pagi hari setelah pelantikannya justru keluar rumah dengan membawa barang-barang dagangan. Jika tidak dipanggil oleh Umar bin Khattab, tentu ia sudah berjalan ke pasar untuk berdagang.

“Apa yang akan engkau lakukan di pasar, engkau sudah ditunjuk untuk memimpin urusan kaum muslimin,” kata Umar.

Dengan polosnya Abu Bakar menjawab, “Lalu dengan apa aku memberi makan keluargaku?”

Inilah jawaban dari hati yang murni, yang tak berharap apa pun dari sebuah jabatan, bahkan sejatinya tak menginginkan jabatan tersebut. Terlihat jelas dari awal khutbahnya, hingga kata-katanya kali ini.

Maka, Umar pun mengajak sang khalifah ke masjid dan memanggil para sahabat Rasulullah untuk bermusyawarah. Mereka pun sepakat memberi jatah sebagian daging kambing setiap hari dan uang 250 dinar setiap tahunnya. Baru pada tahun berikutnya, jatahnya ditambah jadi seekor kambing per hari dan 350 dinar per tahunnya.

Dengan tunjangan tersebut, Abu Bakar pun lebih fokus mengurus umat karena tidak lagi memikirkan jatah makan keluarganya.

Peristiwa lain yang menunjukkan betapa amanah dan rendah hatinya beliau radhiyallahu anhu adalah tatkala ia masih meluangkan waktu untuk mendatangi rumah para janda dan memerahkan susu untuk mereka. Para wanita tua mengira ia tidak akan melakukan hal itu lagi setelah menjadi khalifah. Namun, ternyata Abu Bakar tetap datang.

Dengan sifat-sifat mulia yang sudah menempel pada dirinya ini, Abu Bakar masih juga khawatir dengan keimanannya. Ia masih mengatakan, “Demi Allah, aku tidak merasa aman terhadap rencana Allah, meski salah satu kakiku sudah berada di surga.” Padahal kita tahu ia telah dijamin surga melalui lisan Rasulullah.

Dengan keagungan pribadinya inilah, ia telah membawa kejayaan pada masa kepemimpinannya yang hanya berlangsung selama dua tahunan saja. Insyaallah, di seri berikutnya, kita akan membahas sejumlah penaklukan yang terjadi pada zamannya. []

Referensi:

Biografi Khalifah Rasulullah, karya Khalid Muhammad Khalid.

Konten sebelumnyaBelajar dari Siti Hajar, Menjadi Seorang Ibu yang Kuat dan Tak Mudah Rapuh
Konten berikutnyaAbu Bakar (Bagian 4): Jiwa Mujahid dan Keberkahannya

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini