Matahari sedang malu-malu ketika pengurus Forum Lingkar Pena (FLP) Jawa Timur memasuki halaman parkir yang luas itu. Tulisan besar “Suara Surabaya Centre” terpampang di pagar depan. Dari jalan raya, gedung megah berlantai empat tampak gagah dengan kombinasi warna hijau tosca yang indah.
Di lantai dasar, pengurus FLP Jatim langsung disambut ramah petugas lobby. Setelah cek suhu, kami dipersilakan menunggu. Ketika menikmati pemandangan Food Court yang mulai sibuk, Mas Wawan datang sembari mengucap salam.
Usai obrolan ringan dan bertanya kabar, Mas Wawan mengantar kami naik lif ke lantai tiga. Di situlah ruang utama siaran berada. Juga ruang kerja yang luas tanpa sekat. Membuat suasana kerja menjadi lebih dekat dan terbuka. Setiap tim dengan mudah melihat apa yang ada di layar komputer rekannya.
Di ruang siaran, tampak seorang penyiar sedang membacakan berita. Di depannya ada empat monitor, sesuai jumlah Gate Keeper di ruang sebelah yang dipisahkan oleh dinding kaca.
Antara ruang siaran dan ruang kerja, terdapat panggung untuk siaran visual. “Di sini dulu Cak Eri (Walikota Surabaya), Gus Muhdlor (Bupati Sidoarjo), dan Gus Yani (Bupati Gresik) bicara tentang Transformasi Surabaya Raya,” kata Mas Wawan menceritakan acara yang berlangsung tepat setahun lalu. Saat ketiganya baru dilantik menjadi Kepala Daerah dan gedung baru Radio Suara Surabaya baru ditempati.
Tak lama kemudian, Redaktur Suara Surabaya Mbak Restu Indah menemui kami. Diskusi pun dimulai. Lebih serius, tetapi tetap santai.
Ketua FLP Jatim, Muchlisin BK, memperkenalkan pengurus yang mendampinginya. Ada Chairi Sulaiman (Wakil Ketua), Nana (Sekretaris), Novi Larasati (Kordiv Kaderisasi), dan Rizal Kurniawan (Humas). Lalu ia memperkenalkan FLP dan secara khusus program-program FLP Jatim, termasuk kunjungan literasi hari ini.
“Kami berharap bisa belajar dari Radio Suara Surabaya dan menjalin kolaborasi, khususnya untuk program-program literasi yang bisa disinergikan,” kata penulis buku Cinta Sehidup Sesurga itu.
Mbak Restu lantas menceritakan tentang Radio Suara Surabaya yang telah berdiri sejak 1983. Beberapa transformasi telah dilakukan hingga Radio Suara Surabaya menjadi sebesar sekarang. Transformasi pertama dilakukan pada 1997-1998. Menjelang reformasi, Suara Surabaya memutuskan untuk tidak hanya menyiarkan berita satu arah tetapi juga menghadirkan interaksi dengan pendengarnya.
Baca juga: Kunjungi Balai Bahasa Jatim, FLP Jatim Bangun Kolaborasi Literasi
Rupanya, tanggapan masyarakat sangat antusias. Pola siaran baru itu mendapat sambutan luas. Meskipun, harus berhadapan dengan risiko besar.
“Ingat ya, sebelum reformasi itu salah sedikit medianya bisa dibredel,” kenang Mbak Restu.
Selain itu, Suara Surabaya memiliki kekhasan dalam menyiarkan berita. “Kami menggunakan bahasa tutur. Karena Radio itu didengarkan. Bagaimana kita menyampaikan berita itu seperti orang bercerita, yang mengalir dan enak disimak,” lanjutnya.
Saat itu, memang gaya berita Suara Surabaya bukan arus utama. Namun, belakangan, banyak media termasuk stasiun televisi saat menyampaikan berita justru mengikuti gaya Suara Surabaya.
Di era digital, Suara Surabaya kembali melakukan tranformasi. Selain radio sebagai produk utama, Suara Surabaya kini juga memiliki website dan aplikasi yang didukung dengan konten visual. “Tetap, kami menggunakan bahasa tutur. Kami menulis apa yang kami tuturkan sehingga saat kami membaca siaran berita, yang terdengar adalah bahasa tutur.”
Baca juga: Kunjungi Radar Gresik, FLP Jatim Bangun Kolaborasi dengan Media
Mbak Restu menambahkan, Radio Suara Surabaya menyambut positif gerakan literasi yang dilakukan oleh FLP Jatim. Pihaknya siap berkolaborasi antara lain dengan membuka kesempatan magang untuk anggota FLP Jatim dan mempersilakan pemakaian lantai dasar untuk kegiatan literasi. Sedangkan untuk podcast literasi, ia akan membicarakan dengan tim manajemen.
Kunjungan literasi pada Selasa, 8 Maret 2022 tersebut kemudian diakhiri dengan penyerahan cendera mata FLP Jatim dan foto bersama. Sembari turun, Mas Wawan mengajak melihat setiap ruangan mulai ruang direksi, ruang podcast, hingga meeting room dan hall yang berkapasitas 500 orang. “Cocok kalau ada pengurus FLP yang nikahan,” ujarnya disambut senyuman. [mbk]