Banyak orang menganggap menulis itu berat. Bahkan ada yang menganggap sangat berat karena meyakini yang bisa menulis hanya orang-orang berbakat. Melalui Gelar Wicara Menulis Semudah Curhat, Forum Lingkar Pena (FLP) Jawa Timur mendobrak mitos tersebut. Seperti tema yang diangkat, ternyata menulis itu mudah. Semudah curhat.
Gelar Wicara Menulis Semudah Curhat merupakan hasil kolaborasi FLP Jatim bersama Mizan. Dihelat di panggung Big Bad Wolf 2022 yang berlokasi di JX International (Jatim Expo) pada Senin, 11 Juli 2022. Gelar Wicara ini menghadirkan empat pembicara: Ketua FLP Jatim Muchlisin BK, Sekretaris FLP Jatim Arwa Lubna, Koordinator Divisi Kaderisasi FLP Jatim Novi Larasati, dan Koordinator Divisi Karya Niswahikmah. Wakil Ketua FLP Jatim Chairi Sulaiman yang sedianya juga menjadi pembicara berhalangan hadir karena sakit.
Sejak dibuka, acara ini terasa renyahnya. Ramadhan Rahma sebagai pemandu gelar wicara pandai membawa suasana. Tak hanya menarik perhatian pengunjung Big Bad Wolf 2022, ia juga berhasil membuat beberapa pengunjung naik ke panggung untuk bertanya.
Menulis Itu Mudah
Seperti bicara, sebenarnya kita juga sudah terbiasa menulis. Bahkan di zaman sekarang, hampir setiap hari kita tidak lepas dari aktivitas menulis.
“Misalnya menulis pesan di WhatsApp, menulis takarir di Instagram, menulis status di Facebook,” terang Arwa Lubna.
Ternyata benar juga ya. Kita sudah terbiasa menulis sebagaimana bicara. Sebab pada dasarnya dua aktivitas itu sama. Sama-sama menyampaikan pesan, sama-sama menuangkan gagasan. Bedanya, bicara menggunakan lisan, sedangkan menulis menggunakan pena atau jari kita untuk menyentuh papan tombol guna merangkai kata.
Pernahkah kita menghitung dalam 24 jam berapa kata yang kita tuliskan baik di aplikasi perpesanan maupun media sosial? Ternyata bisa ratusan hingga ribuan kata. Artinya, menulis itu mudah. Kita semua bisa melakukannya.
Agar Tulisan Menjadi Karya
Jika menulis itu mudah, bagaimana agar tulisan kita menjadi sebuah karya? Maksudnya bukan sekadar tulisan obrolan di aplikasi perpesanan dan bukan sekadar takarir singkat di media sosial?
Niswahikmah yang telah menulis banyak buku termasuk beberapa novel berbagi kiatnya. Terlebih dahulu ia menyadarkan bahwa menulis itu adalah menuangkan gagasan layaknya teko yang mengeluarkan isinya. Maka kita perlu memperbanyak isi teko dengan belajar dan banyak membaca.
“Jika ingin menulis cerpen, bacalah banyak cerpen. Bukan untuk mengambil ide cerita atau memplagiasi konfliknya tetapi untuk belajar bagaimana cara menulisnya. Demikian pula dengan novel dan karya lainnya,” kata penulis novel Ketika Cinta Bertemu Sang Maha ini.
Kiat berikutnya, seseorang yang ingin menjadi penulis, ia harus banyak berlatih. “Jadi langsung saja menulis. Terus berlatih, terus menambah jam terbang.”
Muchlisin menambahkan, bergabung dengan organisasi kepenulisan seperti FLP merupakan salah satu kiat meningkatkan kemampuan menulis. Sebab FLP menyediakan pelatihan menulis, diskusi kekaryaan, upgrading untuk anggota, hingga bedah karya dan kritik sastra. Selain itu, suasana saling mengingatkan antaranggota akan menjadi motivasi tersendiri.
Sebagai seorang editor, Arwa Lubna berbagi kiat agar menulis dan menghasilkan karya bisa selesai lebih cepat. “Menulis saja dahulu. Jangan terlalu memikirkan ejaannya, struktur kalimatnya, benar salah penulisannya. Intinya, mengalir saja. Nanti proses editing atau penyuntingannya belakangan. Sebab kalau dapat satu dua kalimat lalu disunting, bisa tidak selesai-selesai karyanya.”
Mendapatkan Ide dan Menyikapi Kebuntuan Ide
Salah seorang penanya menanyakan bagaimana cara mendapatkan ide dalam menulis dan apa yang harus dilakukan jika terjadi kebuntuan ide di tengah proses menulis. Ya, karena yang kita tuliskan adalah ide, ide menjadi kunci utama sebelum kita menuangkannya dalam sebuah karya.
Menurut Novi Larasati, ide bisa didapatkan dari mana saja. Dari suatu peristiwa atau kejadian yang kita alami, lahir ide. Dari membaca, dapat ide. Menonton film juga bisa dapat ide. Cerpennya bahkan pernah meraih juara 2 dengan ide cerita saat liputan sebagai jurnalis beberapa tahun sebelumnya.
Arwa Lubna menambahkan, ide juga bisa didapat dari apa yang kita lihat. “Misalnya hari ini kita mengunjungi Big Bad Wolf 2022, ini bisa menjadi ide tulisan yang bisa tuangkan dalam reportase.”
Agar memiliki banyak ide dan tidak hilang begitu saja, cerpenis ini menyarankan untuk segera menuliskannya. “Saya punya buku harian. Apa yang saya alami atau ide yang perlu saya tuliskan, saya catat di buku harian tersebut. Itu bisa berfungsi sebagai bank ide.”
Untuk mencegah kebuntuan ide di tengah proses menulis, Niswa mengingatkan pentingnya membuat outline atau kerangka tulisan.
“Tulisan kita tidak harus sama dengan outline awal yang kita buat. Jika di tengah proses menulis kita mendapatkan ide baru sebagai improvisasi, itu sah-sah saja. Dan sering kali itu membuat tulisan kita menjadi lebih bagus. Namun, ada kalanya di tengah proses menulis, apalagi menulis panjang seperti novel, tidak ada ide baru. Bahkan ide kita buntu. Nah, saat itulah kita bisa membuka kembali outline kita sebagai panduan seperti apa cerita yang kita tuliskan.”
Saat mengalami kebuntuan ide, lanjut Arwa Lubna, seorang penulis boleh istirahat dahulu. Boleh jalan-jalan dahulu. Boleh refreshing dahulu. “Nanti kalau sudah segar atau dapat ide lagi, bisa melanjutkan menulis kembali.”
Menerbitkan Karya dan Menghasilkan Uang
Salah seorang penanya mengatakan sudah punya naskah yang hampir selesai. Yang menjadi masalah, bagaimana cara menerbitkan buku karyanya dan menghasilkan uang?
Arwa Lubna menjelaskan, setelah naskah jadi, sebaiknya tidak buru-buru mengirimkan naskah itu ke penerbit. Namun, terlebih dahulu perlu mendapatkan masukan dari seorang penyunting atau penulis yang lebih senior agar kualitas karya kita –apalagi jika itu karya pertama- layak untuk diterbitkan.
Muchlisin menambahkan, ada banyak pilihan untuk menerbitkan karya dan menghasilkan uang. Pertama, dengan mengajukan naskah ke penerbit mayor. Jika lolos, naskah itu akan diterbitkan dan penulisnya bisa mendapatkan uang dari royalti atau sistem beli putus. Kedua, dengan menerbitkan sendiri di penerbit indie. Jika menggunakan cara ini, penulis harus mengeluarkan modal di awal untuk biaya penerbitan dan percetakan, lalu memasarkan sendiri dengan potensi keuntungan per eksemplar bisa lebih besar. Ketiga, bisa menerbitkan secara digital. Baik di website, di Google Playbook, maupun di platform kepenulisan.
“Banyak teman-teman FLP yang memiliki penerbitan. Selain penerbit mayor seperti Mizan, kita bisa bekerja sama dengan penerbit-penerbit milik teman-teman FLP,” demikian Novi menambahkan.
Menurut Niswa, saat ini banyak platform kepenulisan yang menjanjikan. Apalagi di era digital yang terjadi banyak disrupsi, platform kepenulisan menjadi alternatif untuk menerbitkan karya. Namun, ia juga mewanti-wanti agar selektif memilih platform.
“Pilih platform yang memiliki semangat literasi berkeadaban sebagaimana tagline FLP. Misalnya KBM yang didirikan oleh Asma Nadia dan Rakata milik Mizan,” ujar penulis yang telah menempatkan banyak karyanya di platform kepenulisan ini.
Baca juga: Kutipan Novel Rasa Tere Liye
Konsistensi Menulis
Pada sesi diskusi, ada pula pertanyaan bagaimana menjaga konsistensi menulis. Muchlisin menjelaskan, ada tiga motivasi yang semuanya bisa menjaga konsistensi menulis.
“Pertama, kita menjadikan menulis sebagai misi. Menulis adalah misi kita dalam menyebarkan kebaikan. Menulis adalah misi kita untuk mencerahkan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Misi ini membuat kita bisa tetap konsisten menulis, apa pun yang terjadi. Bahkan meskipun kita harus ‘berdarah-darah’ melakukannya,” kata penulis enam buku solo ini.
“Kedua, ketika menulis menjadi hobi. Karena hobi, kita akan senang melakukannya setiap hari. Ini juga bisa membuat kita menjadi konsisten menulis. Dan ketiga, ketika menulis menjadi profesi. Tidak bisa dipungkiri, hampir setiap orang akan lebih bersemangat ketika tulisannya menghasilkan. Nah, ketika kita bisa memadukan ketiganya, konsistensi menulis akan lebih terjaga. Kita tetap menulis meskipun berisiko karena menulis kebenaran adalah misi kita. Kita menulis dengan gembira karena ia adalah hobi. Tidak dibayar pun kita lakukan karena membahagiakan, apalagi jika dari tulisan berbuah penghasilan, kita akan lebih semangat lagi.”
Novi Larasati menambahkan, bergabung dengan komunitas menulis atau organisasi kepenulisan merupakan salah satu kiat menjaga konsistensi menulis. Ia juga menginformasikan bahwa saat ini FLP Jatim sedang membuka perekrutan anggota baru di delapan kab/kota yakni Situbondo, Bondowoso, Nganjuk, Tulungagung, Trenggalek, Madiun, Bojonegoro, dan Sampang. [Muchlisin BK/Flpjatim.id]