Jika sudah cinta, ringan hati berkorban
Atas nama cinta, selalu ada kejutan kebaikan
Kami tak ingin menunda-nunda Musyawarah Kerja Wilayah (Mukerwil). Sebab, menunda Mukerwil berarti menunda dimulainya program kerja. Meskipun FLP Jatim sebenarnya sudah mulai bekerja sejak pekan pertama. Begitu terbentuk, Kabinet Al-Fatih langsung bergerak untuk rapat dan koordinasi, baik pleno maupun internal divisi. Juga kerja-kerja eksternal seperti kunjungan literasi.
Jarak Muswil dan Mukerwil cukuplah satu bulan, demikian kesepakatan kami. Semula, sebagian ingin menginap, di lokasi yang sejuk seperti Pacet atau Malang. Sempat muncul alternatif tempat, Villa Softa dan Griya Salam. Namun, melihat kondisi pandemi yang naik lagi, kami harus menyesuaikan diri. Cukup sehari. Di pusat provinsi. Dipilihlah tanggal 20 Februari.
Di Surabaya, banyak tempat yang bisa jadi pilihan. Namun dengan kriteria lokasi strategis, instagrammable, dan low budget, pilihan menjadi terbatas. Di saat beberapa tempat harus kami coret dari daftar pilihan, saya ingat jika Pembina FLP Gresik memiliki pusat layanan lasik dengan gedung megah dan aulanya indah. National Lasik Center (NLC), namanya. FLP Jatim sama sekali tak perlu keluar biaya. Inilah yang kami istilahkan dengan keberkahan. Di tengah keterbatasan, Allah memberikan kemudahan.
Hari-hari menjelang hari-H adalah saat-saat terberat yang kami rasakan. Banyak pengurus yang jatuh sakit. Saya sendiri positif Covid-19 (Omicron) dan harus isolasi mandiri selama 10 hari. Alhamdulillah tiga hari sebelum Mukerwil isoman selesai. Sekretaris FLP Jatim, Mbak Ratna, juga positif tak lama setelah saya. Setelah itu menyusul beberapa pengurus sakit dengan gejala yang sama. Hampir separuh pengurus izin tidak bisa hadir di Surabaya.
“Kalau begitu, kita siapkan Mukerwil hybrid.” Tidak mudah, memang. Pengalaman ketika Muswil menjadi pelajaran. Khususnya mengatur bagaimana peserta yang mengikuti secara daring via Zoom bisa berkomunikasi dua arah dengan mudah.
“Nanti alat-alat hybrid disiapkan suami dan diantar ke rumah Mas Agung,” kata Mbak Muya. Inilah luar biasanya FLP. Tak hanya pengurus, keluarganya pun ikut berkontribusi. Selain suami Mbak Muya yang biasa membantu FLP Jatim, suami Bu Minuk juga sangat berjasa. Di hari-H, beliau antar jemput Bu Minuk dan Kordiv Jarcab, Mbak Molly.
Tak ketinggalan, istri dan anak-anak saya juga ikut berperan. Sabtu pagi menjelang gladi bersih, ada pesan WA dari Wakil Ketua. “Mohon maaf sangat, qadarullah demam dan bapil semakin berat. Tidak bisa ikut ke Surabaya.”
“Tenang, Bi. Ummi temani.” Akhirnya saya, istri, dan dua orang anak berangkat. Alhamdulillah di sana sudah siap karyawan NLC, Mas Hasan dan seorang satpam yang membantu dengan cekatan. Sesaat kemudian, Mbak Nana datang. Rupanya ia baru dari percetakan. Belakangan saya tahu, yang dicetak adalah blocknote untuk Mukerwil. Lengkap dengan tulisan dan logo Mukerwil desain Pak Agung. Dan itu semua tanpa biaya. Entah itu uang Pak Agung atau Mbak Nana.
Banyak kejutan di hari-H. Selain mendapatkan blocknote, setiap peserta yang hadir di Aula NLC juga mendapatkan bumbu rujak Cak Mimin, produk spesial dari kakaknya Mbak Nana. Ada juga krupuk Sidoarjo dari Bu Novi, Kordiv Kaderisasi.
Makan siang menjadi momen istimewa. Sebab diawali dengan tumpengan rujak Milad ke-25 FLP. Jadi, selain makan siang yang lezat, kami juga menikmati rujak spesial. Saya hanya tersenyum ketika Mbak Nana menyebut bahwa sebagian donatur Mukerwil adalah hamba Allah. Ah, saya tidak bisa memastikan siapa saja hamba Allah itu, yang pasti saya mendoakan semuanya. Semoga Allah memberikan keberkahan dan pahala berlipat ganda.
O ya, kehadiran pengurus pada Mukerwil adalah pengorbanan luar biasa. Ada yang membawa anak seperti Mbak Molly dan Mbak Ani Marlia. Ada yang sempat nyasar seperti Mas Capung dan Mas Kyota. Ada yang sampai menginap di hotel seperti Pak Agung. Bahkan yang terjauh, Pak Anang, berangkat dari Ngawi ba’da Subuh. Pulangnya, tengah malam baru tiba di rumah saat kami semua sudah terlelap.
Yang hadir secara daring juga penuh pengorbanan. Kalau bukan kendala situasi pandemi, saya yakin mereka semua hadir di Surabaya. Tidak sedikit yang kondisinya sakit tetapi tetap memaksa Zoom seharian; dari pagi hingga petang. Mbak Muya termasuk yang paling semangat. Dengan suaranya yang lantang, ia memberikan masukan-masukan. Padahal sedang hamil tua dan baru saja dua pekan lalu dirawat di rumah sakit. Bendahara FLP Jatim ini semangatnya tetap melangit.
Selain pengurus FLP Jatim, ada lagi yang pengorbanannya tak terlupakan. Babe Rafif Amir. Sekjen BPP FLP sekaligus Pembina FLP Jatim ini hadir sejak pagi. Mendahului sebagian besar pengurus. Dengan sabar ia mendampingi kami. Padahal jam 9.45 harus stand by untuk siaran di Radio MQFM. Program Teras Baca FLP Jawa Barat. Karena pembukaan Mukerwil terlambat akibat ribetnya menyiapkan peralatan hybrid, arahan beliau ditunda usai siaran radio. Alhamdulillah-nya, akhirnya kami bisa membuat video ucapan milad bersama-sama.
Tidak semua nama bisa saya tuliskan, tetapi sungguh saya terkesan dengan pengorbanan teman-teman. Kalau bukan karena cinta dakwah literasi, apalagi yang bisa menjelaskan pengorbanan-pengorbanan ini? Dari cinta, lahirlah kejutan-kejutan istimewa. Dan saya yakin, semua ini keberkahan dari-Nya. []
Salam literasi,
Saudaramu yang sangat membutuhkan doa,
Muchlisin B.K.