Saat Musyawarah Kerja Wilayah (Mukerwil), kami tidak memprogramkan halalbihalal. Waktu itu, pandemi belum mereda. Belum terbayang mengundang Cabang secara tatap muka.
Saya sendiri baru ingat perlunya halalbihalal usai idulfitri. Pada 5 Mei, lintasan pikiran itu saya bagikan ke grup BPH & Kordiv. Tiga hari kemudian, rapat Kabinet Al-Fatih memutuskan untuk menggelar halalbihalal. Alternatif pertama, di kediaman Bunda Sinta Yudisia sekaligus meminta beliau menjadi pembicara. Berbagi tips lolos Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta.
Bunda Sinta Yudisia adalah Ketua Umum Forum Lingkar Pena (FLP) periode 2015-2017. Saat ini beliau menjadi anggota Dewan Pertimbangan FLP sekaligus Pembina FLP Jawa Timur. Selain berprofesi sebagai psikolog, beliau juga penulis nasional yang karya-karyanya sudah dikenal luas. Novelnya yang berjudul Nona Jepun berhasil meraih juara favorit Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2021.
Alhamdulillah pada 12 Mei beliau memastikan bisa mengisi dan berkenan kediamannya ditempati acara. Kabar yang disampaikan Mbak Nana, Sekretaris FLP Jatim selaku ketua panitia, tidak hanya membuat kami bahagia tetapi juga meniadakan alternatif kedua dan ketiga.
Semula kami mengira hanya beberapa pengurus FLP Jatim dan Cabang terdekat seperti Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik yang bisa hadir secara tatap muka. Selebihnya akan mengikuti secara virtual. Rupanya, teman-teman Cabang yang jauh pun antusias menyambutnya. Mulai dari FLP Mojokerto, Lamongan, Tuban, Jombang, Pasuruan, Malang, hingga Jember. Menjelang hari-H, sudah 50 orang yang konfirmasi kehadiran.
“Ini berasa reuni akbar,” kata Mbak Niswa, Koordinator Divisi Karya, usai membaca daftar nama peserta. Jelas tidak muat jika di rumah Bunda Sinta. Akhirnya lokasi halalbihalal dipindah ke sekretariat bersama FLP Surabaya.
Saling Memaafkan
Mentari masih malu-malu di balik awan saat rombongan saya memasuki Jalan Krukah Selatan, sekitar setengah jam sebelum jadwal pembukaan pukul sembilan. Sekitar 100 meter sebelum lokasi, telah terparkir mobil LAZ Ummul Quro. Artinya, rombongan FLP Jombang sudah datang.
Memasuki bangunan dua lantai bercat putih, kami disambut oleh Mbak Nana dan N Khana. Tak lama kemudian, hadir Mas Kyota disusul teman-teman lainnya.
Halalbihalal adalah momentum untuk saling memaafkan. Meskipun tidak ada anggota FLP yang punya hobi melakukan kesalahan, sebagai manusia biasa, suatu saat kita pasti berbuat salah atau khilaf. Mungkin tanpa sengaja, sikap kita menyakiti atau kata-kata kita melukai. Apalagi ketika kita menjadi pengurus yang sangat mungkin belum menunaikan amanah secara sempurna dan belum memenuhi harapan anggota.
Mungkin kita sudah saling bermaafan secara virtual, tetapi pertemuan halalbihalal yang diawali jabat tangan dan cipika-cipiki seperti ini –tentu putra dengan putra dan putri dengan putri- seakan tak tergantikan.
Saling Melepas Rindu
“Sudah berapa lama kita tidak bertemu?” Mas Zakki bertanya dengan mengembangkan senyumnya.
“Serasa beberapa abad,” jawab Mas Kyota sembari tertawa. Kami semua tertawa bersama.
Ya, halalbihalal ini adalah momentum melepas rindu. Setelah dua tahun sebagian anggota FLP Jatim tidak bertemu. Pandemi membuat banyak pertemuan beralih virtual.
Seperti anggota keluarga yang lama tidak bersua, demikianlah bongkah-bongkah rindu itu pecah. Ada saling cerita, ada tawa lepas bersama. Mengingatkan pada tulisan Neng Dina dalam antologi FLP Jatim, Istana yang Dibangun dari Kata-kata: “Forum Lingkar Pena bagiku adalah keluarga, rumah, dan tempat pulang. Karena di sana aku bertemu kebahagiaan, keceriaan, kesenangan, tawa lepas, senyum indah, dan ketulusan hati yang tidak bisa ditemukan di tempat lain.”
Tak hanya senyum dan tawa, melepas rindu juga menghadirkan rasa syahdu. Pada tilawah yang dilantunkan Mas Chairi yang menyentuh hati. Pada doa yang dipimpin Babe Rafif Amir dengan mata berkaca-kaca.
Saling Menguatkan
“Halalbihalal ini bukan hanya momentum saling memaafkan dan melepas rindu,” demikian saya sampaikan saat sambutan, “tetapi juga saling menguatkan dan menambah ilmu.”
Seperti sebatang lidi, ketika berjuang sendirian, kita mudah patah. Pikiran dan hati kita cepat lelah. Berjuang bersama saudara-saudara seperjuangan, kita menjadi lebih kuat. Lebih terjaga untuk istiqamah meskipun berat. Termasuk dalam perjuangan literasi, dalam dakwah bil qalam.
Pertemuan seperti halalbihalal ini kita perlukan untuk saling menguatkan. Mendengar perjuangan teman-teman FLP menuju ke lokasi saja sudah membuat kita termotivasi. Ada rombongan Bu Novi yang bannya bocor dan harus ganti mobil di tengah perjalanan. Ada perjuangan Mas Kyota ‘berdebat’ dengan polisi karena kena tilang. Mbak Rohmah yang harus berjuang karena kehujanan. Bu Atik yang berangkat habis Subuh dari Sekaran Lamongan dengan membonceng dua anaknya. Mbak Tyzha bersama suami dan anaknya jauh-jauh dari Tuban padahal kemarin baru saja Musyawarah Cabang. Bahkan ada anggota Cabang lainnya yang menangis karena tertinggal kereta.
Persiapan halalbihalal ini sendiri juga penuh perjuangan yang pada akhirnya saling menguatkan. Mbak Nana yang sampai bolak-balik Mojokerto-Surabaya. Menyiapkan banyak keperluan halalbihalal meskipun dalam kondisi kakinya terluka. Tim Jarcab yang tidak bosan-bosan menghubungi Ketua Cabang. Sampai Humas yang mendukung dengan poster pengumuman.
Yang menjadi kejutan, usai pembukaan, Bu Novi Koordinator Divisi Kaderisasi minta tanda tangan. Untuk sertifikat pemenang Diari Mutabaah Ramadan. Penyerahan hadiah pemenang dilakukan di tengah-tengah acara halalbihalal, menjadi penguatan setelah sebelumnya program peningkatan spiritual itu juga menguatkan.
Menambah Ilmu
Halalbihalal ini bukan hanya momentum saling memaafkan dan melepas rindu, tetapi juga saling menguatkan dan menambah ilmu. Dan sungguh takdir Allah selalu terbaik untuk kita. Sekitar pukul sepuluh, panitia khawatir. Sejak pagi Bunda Sinta tidak bisa dihubungi.
“Semoga Allah hadirkan beliau di waktu yang tepat. Kalau jadwal beliau tiba masih belum hadir, bisa sambutan Babe Rafif dulu,” demikian saya menjawab.
Beberapa menit kemudian dapat kabar, Bunda Sinta sakit. Namun, beliau tetap akan hadir. Insya Allah tiba setelah Zuhur.
Jadilah kami mendapatkan ilmu dari dua narasumber. Babe Rafif Amir, Sekjen BPP FLP sekaligus Pembina FLP Jatim, menyampaikan bagaimana menjaga motivasi ber-FLP. Mulai dari menjaga niat, mengingat kembali dahsyatnya menulis, hingga bagaimana meningkatkan kualitas tulisan dengan bekal spiritual dan intelektual.
“Agar tulisan memiliki ruh, banyak kiat dari penulis hebat. Bunda Sinta banyak menulis pada dini hari setelah tahajud. Ada penulis yang shalat minimal dua rakaat dahulu sebelum memulai menulis. Ada penulis yang berwudhu sebelum menulis,” tutur penulis buku Menyalalah ini.
Usai Zuhur adalah saat yang ditunggu-tunggu. Kami mendapat ilmu dari Bunda Sinta. Agar lebih “khusyuk” formasi duduk peserta sampai diubah. Ruangan panjang khusus diisi peserta putri. Peserta putra di ruang sebelahnya.
“Saya tawarkan dahulu, mau membahas novel Nona Jepun atau residensi penulis?” Kalimat pembuka dari Bunda Sinta langsung disambut antusias peserta. Mayoritas memilih residensi penulis, sebagian memilih dua-duanya. Akhirnya beliau berbagi keduanya.
Menurut Bunda Sinta, saat ini residensi penulis mulai dibuka normal kembali. Sebab pandemi sudah mulai mereda. Banyak negara memberikan beasiswa baik fully funded maupun half funded. Terutama negara-negara Eropa seperti Inggris, Prancis, Jerman, Austria, dan Belanda. Juga negara-negara lain termasuk Selandia Baru dan Australia. Bahkan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Yang paling istimewa, Arab Saudi membuka empat kali residensi penulis dalam setahun, fully funded.
Ada dua hal mendasar yang perlu disiapkan oleh anggota FLP yang ingin mendapatkan beasiswa tersebut. Pertama, menyiapkan curriculum vitae (CV) dalam bahasa Inggris. Bahkan bukan hanya CV tetapi juga portfolio dan biograph. Sebab terkadang penyedia beasiswa ada yang meminta CV, ada yang meminta portfolio, dan ada yang meminta biograph.
Kedua, mengumpulkan jejak karya dan dokumentasi terutama saat menjadi narasumber. “Meski menjadi narasumber di forum kecil yang pesertanya kurang dari 10 orang,” kata penulis yang pernah mendapatkan beasiswa di Korea ini.
Setelah membahas residensi penulis, Bunda Sinta kemudian berbagi tips lolos Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta. Sebenarnya, Nona Jepun bukan novel pertama yang beliau daftarkan di Sayembara Novel DKJ. Sebelumnya juga pernah tetapi sempat patah hati saat tidak lolos.
Dari patah hati itu Bunda Sinta lantas belajar lagi. Membaca laporan pertanggungjawaban dewan juri Sayembara Novel DKJ yang di dalamnya ada penjelasan mengenai kriteria penjurian, tinjauan umum naskah, hingga naskah yang menarik perhatian dan pemenangnya. Selain itu, beliau juga membaca novel-novel pemenang Sayembara Novel DKJ sebelumnya.
Sungguh, hasil tak pernah mengkhianati usaha. Akhirnya Nona Jepun meraih juara favorit Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2021, bahkan tanpa perlu penyuntingan ejaan dan tanda baca. [Muchlisin BK]