Kau Takkan Mampu

122

Aku adalah penjaga lintasan kereta api. Setiap hari aku menunggu kereta api yang lewat pada jam-jam tertentu. Ketika terlihat kereta api mendekat, aku membunyikan sirine dan menurunkan palang agar tidak ada yang lewat. Itu juga demi keselamatan mereka. Kadang ada beberapa motor yang menerobos dengan tergesa. Mereka seakan tak peduli dengan keselamatannya. Bukankah keselamatan itu penting? Tapi entahlah apa yang dipikirkannya. Mungkin dia lebih takut atasannya daripada keselamatannya sendiri, dan ketika sudah menjelang sore, temanku akan datang menggantikanku, dan aku pulang. Begitulah hari hari berlalu. Tak ada yang hal yang istimewa.

Hingga suatu ketika, di derasnya hujan, seseorang mendatangi pos kami. Bajunya basah. Mungkin dia telah menerobos hujan. Dia mengibas ngibaskan rambutnya yang ikal. Matanya bulat, bibirnya tipis. Sejenak dia telah mengalihkan duniaku.

“Boleh aku berteduh di sini?” pintanya.

“Oh.. boleh… Boleh!!”

Kusodorkan tempat duduk yang biasa aku duduki. Dia memandang ke sekeliling pos. “Anda?” tanyanya.

“Aku berdiri saja, aku capek dari tadi duduk,” alasanku.

“Oh…,” dia duduk sambil sesekali menyibakkan rambutnya. Mungkin dengan begitu akan cepat kering.

Aku menyodorkan box tisu padanya. “Keringkan dengan ini,” usulku.

“Tisumu akan habis untuk mengeringkan rambutku,” katanya.

“Nanti aku beli lagi,” aku tersenyum.

Dia mengambil tisu satu persatu dan menempelkan di rambutnya. Lalu tisu itu digerakkan ke bawah. Tisu yang tadinya kering menjadi basah.

“Mendingan,” katanya.

Kami berbincang banyak hal. Dalam hati aku berharap hujan tidak pernah berhenti, agar aku bisa berlama-lama memandang wajahnya. Ah dia seperti bidadari surga yang turun khusus untukku. Mimpi apa aku semalam, hingga ketemu dia, tidak dicari eh datang sendiri. Aku senyum-senyum sendiri. Menertawakan keberuntunganku.

Sejak itu aku sering menyapanya, menyapa lewat what apps, kadang juga menelponnya. Hidupku jadi lebih bergairah. Ah apakah ini yang dinamakan jatuh cinta. Ternyata jatuh cinta itu seindah ini.

Ini kali kedua kami bertemu lagi. Kali ini aku sengaja mengundangnya khusus. Malam ini aku ingin menembaknya, agar dia mau jadi pacarku. Dan kelak aku ingin dia jadi istriku. Membayangkan membangun mahligai bersamanya, membuatku melayang ke angkasa.

Dia datang memakai rok selutut dengan baju pink motif bunga-bunga. Rambutnya dikuncir kuda, membuat kecantikannya makin memancar. Kami duduk berhadapan di kafe pilihannya. Dia memesan kopi susu, sedangkan aku memesan coklat panas, dan kentang goreng.

Kami berbicara ke sana kemari. Hatiku berdetak kencang. Lidah ini serasa kaku. Ada  kekhawatiran ditolak jika kuutarakan niatku. Tapi aku tak ingin menundanya. Menunda hanya bikin hatiku resah pada ketidakpastiaan. Menunggu ketidakpastian itu kadang menyakitkan. Tiba-tiba menyelinap rasa takut, takut terluka karena di tolak. Kata temanku ditolak membuat hati berkeping-keping, dan ujung-ujungnya bisa buat patah hati. O… Begitukah?

“Maukah Kau menjadi pacarku?”

Entah kekuatan darimana yang tiba-tiba menyelinap. Kata itu seperti meloncat begitu saja dari mulutku. Mungkin karena aku terbiasa mengatakan apa yang ada di pikiranku. Dia seperti terkejut. Namun dia sembunyikan dengan senyuman.

“Kita berteman saja,” jawabnya.

Duniaku runtuh seketika, tapi aku takkan menyerah.

“Tapi aku sudah terlanjur jatuh cinta padamu.” Aku seka keringat yang mulai bermunculan di dahi.

“Aku takut kau tidak mampu menerimaku apa adanya.”

 Dia mengaduk minumannya tanpa mau memandang diriku.

Sebuah pernyataan yang aneh menurutku. Bagaimana mungkin. Siapa lelaki yang tidak mampu menerima dirinya yang apa adanya, Apalagi tiap hari ditemani perempuan secantik dirinya.

“Aku siap menerimamu apa adanya?” yakinku.

“Kau takkan mampu,” kali ini mata kami bertemu.

“Aku mampu,” kataku mantab dan penuh keyakinan.

Dia menghela nafas berat. “Aku laki laki. Kau siap menikah dengan lelaki sepertiku,”

Aku menepuk jidatku, kulirik lehernya. Tanpa banyak kata, “maaf aku ada jadwal jaga di pos”.

Konten sebelumnyaDinas Perpustakaan dan Kearsipan Jawa Timur Sambut Kolaborasi Literasi FLP
Konten berikutnyaPenanak Rindu

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini