Manusia bisa merencanakan, Allah-lah yang menentukan. Kalimat tersebut sangat tepat menggambarkan peristiwa yang saya alami sepekan terakhir ini.
Pekan kedua Februari 2022 sudah penuh dengan berbagai agenda. Selasa malam, jadwalnya mengisi kajian. Rabu siang, kunjungan literasi ke Balai Bahasa Jatim. Kemudian terjadwal mengisi kajian Sirah Nabawiyah di Masjid At-Taqwa.
Sabtu malam rencananya kajian Gresh di Masjid Islamic Center (MIC). Paginya ba’da Subuh kajian Sirah Nabawiyah di Masjid Jauhar Al-Bustan. Kemudian, berangkat untuk menghadiri Musyawarah Cabang FLP Malang.
Qadarullah, Ahad malam sepulang dari acara di Lamongan, kepala pusing dan badan terasa demam. Termometer menunjukkan 38,8. Namun, pusingnya yang sangat berat.
“Ummi juga belum pernah mengalami pusing seperti ini,” kata istri saya yang sudah merasakan demam dan pusing sejak pagi. Hampir semalaman kami tidak bisa tidur.
Dini hari, perut terasa mual. Lalu muntah. Beberapa kali hingga Senin pagi. Makan pun terasa tidak enak. Agak pahit.
“Harus makan. Asupan gizi penting untuk menjaga imun,” istri saya sudah seperti dokter saja. Padahal ia sendiri juga sakit. Ditambah lagi merawat anak kedua yang lebih dulu sakit. Ah, begitulah seorang wanita. Ia selalu punya ruang di hati untuk peduli pada anak dan suami.
Senin sore, demam mulai turun. Mual juga agak berkurang. Pusingnya yang masih sangat terasa.
Sepulang sekolah, anak pertama mengeluhkan sakit yang sama. Pusing dan demam. Semalaman tidak bisa tidur. Persis mengulang apa yang kami rasakan.
Saya sempat berpikir apakah tertular sewaktu acara di Lamongan. Sebab swab hari Sabtu sebagai syarat mengikuti acara itu, saya negatif. Namun belakangan teman-teman yang duduk di samping kanan dan kiri saya sehat-sehat saja. Kemungkinannya, tertular dari anak kedua. Sebab ia yang lebih dulu sakit sejak Jum’at sore.
Karena pusingnya tak juga hilang, Rabu pagi saya swab. Sesuai dugaan, hasilnya positif. Saya melanjutkan isolasi mandiri.
Ukhuwah yang Kurasakan
Sejak mengetahui saya sakit, doa mengalir dari teman-teman, kerabat, hingga tetangga. Apalagi setelah mengetahui saya kena Omicron. Berbagai bentuk kepedulian berdatangan. Ada yang mengirim lauk, sayuran, berbagai makanan.
“Saya cantolkan di pintu.”
“Saya taruh di motor.”
Dan berbagai pesan serupa masuk ke WhatsApp.
“Saya dulu minum degan ijo, cepat Pak sembuhnya,” kata seorang tetangga melalui WA dan tak lama kemudian di depan pintu ada empat buah degan ijo.
“Assalamu’alaikum, Ustadz. Afwan ada sedikit makanan saya taruh di sepeda,” kata seorang peserta kajian. Sekotak besar salad buah yang menyegarkan.
Ada pula yang mengirimkan kurma, suplemen, dan obat-obatan. Bahkan ada yang mengirimkan madu Alfarabee satu galon tiga literan. Masya Allah, benar-benar mengharukan.
Pusing memang masih terasa dan batuk pilek muncul di hari kelima, tetapi indahnya ukhuwah jauh lebih terasa. Saya sampai berkesimpulan, bisa jadi Allah menguji dengan sakit agar bisa merasakan betapa pedulinya teman-teman dan tetangga pada kita.
Kasih Sayang Allah
Betapa Allah sangat sayang kepada hamba-Nya. Itu yang saya rasa. Selama ini Dia memberikan sehat, kita kadang tidak merasa sebagai nikmat istimewa. Ketika sakit, barulah terasa.
Dengan sesekali merasakan sakit, kita lebih bersyukur kepada-Nya. Menyadari sepenuhnya bahwa diri dan kesehatan kita dalam genggaman-Nya. Sembari berharap, Allah menggugurkan dosa dan mengangkat derajat kita.
Teringat nasihat seorang ulama. “Apabila kita sakit, Allah tarik tiga perkara. Allah tarik keceriaan wajah kita. Allah tarik selera makan kita. Allah tarik dosa kita. Apabila sudah sembuh, Allah kembalikan keceriaan wajah dan selera makan kita, tetapi Allah tidak mengembalikan dosa kita.”
Kasih sayang-Nya jua. Dia memberikan pahala kebaikan yang sempurna atas rencana baik kita. Meskipun rencana-rencana itu tidak jadi terealisasi karena fisik kita belum memungkinkan mengerjakannya.
Yang paling saya sedihkan, saya tidak bisa shalat berjamaah di masjid selama isolasi mandiri. Namun lagi-lagi saya tersadar dengan kasing sayang-Nya.
“Jika seorang hamba sakit atau melakukan safar, dicatat baginya pahala sebagaimana kebiasaan dia ketika mukim dan ketika sehat.” (HR. Bukhari)
Jangan Takut, Jangan Menyepelekan
Terakhir, saya mengajak teman-teman untuk tetap berikhtiar menjaga protokol kesehatan dan memperbanyak doa. Semoga semuanya sehat wal afiat, selalu dalam lindungan-Nya.
Dibandingkan dengan varian sebelumnya, tampaknya Omicron lebih ringan. Karenanya jangan terlalu takut tetapi juga jangan menyepelekan.
Alhamdulillah kami sekeluarga sudah masa pemulihan. Gejalanya jauh lebih berkurang. Sudah bisa kembali menulis dan beraktifitas ringan. Tadi pagi juga Allah mudahkan membuka Musyawarah Cabang FLP Malang, meskipun secara virtual. []
Gresik, 13 Februari 2022
Saudaramu yang sangat membutuhkan doa,
Muchlisin B.K.