Kutipan Tere Liye dalam Novel Rasa

3538
kutipan tere liye dalam novel rasa

Jujur, saya termasuk penggemar novel Tere Liye. Ketika novel barunya terbit, saya berusaha untuk membacanya. Bahasanya yang mengalir dan ceritanya yang mengena menjadi dua di antara sekian alasan kesukaan saya. Juga kutipan Tere Liye yang sering kali indah bertaburan di banyak halaman. Termasuk novel terbaru ini; Rasa.

Novel pertama Tere Liye yang saya baca adalah Ayahku (Bukan) Pembohong. Awalnya saya tergelitik saat membaca judulnya. Ternyata isinya sangat bagus. Saya sampai menangis membacanya. Beberapa novel lain juga sukses membuat air mata mengalir; Rindu, Janji, dan lainnya. Yang lebih mengharukan dan membuat saya berkali-kali menangis adalah Tentang Kamu. Novel Rasa ini juga membuat saya menangis, tepatnya pada 30 halaman terakhir.

Sekilas Novel Rasa

Novel ini menceritakan tentang Lin, seorang siswi SMA yang periang, semangat, menyukai proses belajar, dan pekerja keras. Pelajar kok pekerja keras? Ya, sepulang sekolah dia kerja. Karena ayahnya pergi. Satu-satunya yang ia pahami, ayah pergi bersama wanita lain. Itu yang membuatnya membenci ayah dan menjadikannya tidak tertarik dengan laki-laki.

Hingga kemudian sebuah rasa menyapanya. Mengubah banyak hal, sampai mengubah persahabatannya dengan Jo menjadi permusuhan karena bersaing memperebutkan cowok yang sama.

Karena ini karya Tere Liye, porsi kisah cintanya tidak mendominasi. Masih banyak fragmen yang kaya inspirasi dan hikmah. Tentang perjuangan; bagaimana Bunda, Lin, dan Adit berjuang tanpa ayah. Tentang semangat dan harapan; bagaimana Lin tetap bisa meraih peringkat dua meskipun sekolah sambil kerja. Juga kebanggan atas sebuah proses belajar; bagaimana Lin tumbuh menjadi fotografer, mengikuti olimpiade kimia, hingga belajar psikologi dari guru BK. Serta bagaimana menerima dan memaafkan masa lalu. Bagian inilah yang menurut saya paling mengharu biru.

Umumnya, manusia menilai dari persepsinya. Demikian pula Lin yang sangat benci dengan ayah dan ‘wanita lain’ yang ia anggap merampas ayahnya sejak Lin kelas 5 SD. Hingga ketika ia mendapatkan kisah utuh bahwa yang terjadi tidaklah sesederhana ayah pergi bersama wanita lain, persepsinya pun berubah. Apakah Lin bisa memaafkan ayah dan ‘wanita lain’ itu? Bagaimana pula dengan Bunda, bisakan memaafkan keduanya? Lalu seperti apa ujung kisah persahabatan Lin dan Jo, bisakah mereka kembali kompak “di mana ada Lin di situ ada Jo” atau sebuah rasa menghancurkan segalanya?

Agar tidak menjadi spoiler, cukup pertanyaan-pertanyaan itu sebagai pemantik untuk membaca sendiri novelnya.

Baca juga: Patah Hati Kedua

Kutipan Novel Rasa

Seperti biasa, banyak kutipan Tere Liye indah bertaburan di banyak halaman. Namun dari sekian banyak  kutipan tersebut, berikut ini 10 kutipan terpilih:

“Sesuatu yang menyakitkan harus disegerakan. Biarkan dia pergi secepat mungkin.”

“Setiap saat kita harus siap melangkah. Melangkah untuk maju. Meskipun itu harus dibayar dengan meninggalkan sesuatu yang amat kita cintai.”

“Kebanggaan atas sebuah proses belajar bisa mengalahkan bakat sebesar apa pun.”

“Sampai kapan pun kaki kalian nanti melangkah, hidup ini hanya soal proses belajar. Orang-orang yang bahagia adalah orang-orang yang bangga atas proses belajar itu. Dan orang-orang yang amat bahagia adalah orang-orang yang bangga dengan proses belajar, sekaligus terlibat dalam proses belajar orang lain.”

“Jika sudah berteman lama, biasanya rasa suka dan tertarik muncul karena proses pelan-pelan, bukan karena melihat fisik dan sebagainya. Rasa suka yang berproses. Dan itu lebih alamiah.”

“Sebuah masalah yang super sulit, super menyakitkan, terkadang hanya bisa diselesaikan dengan sebuah penerimaan. Berdamai dengan hati yang masih membenci. Berdamai dengan hati yang masih perih.”

Baca juga: Suluh Rindu

“Prasangka itu masalah terbesar yang pernah ada. Masalah kecil jadi besar. Masalah besar jadi tambah besar karena prasangka.”

“Perumpamaan masalah itu seperti cokelat. Bijinya sangat pahit. Binatang liar akan membuangnya saat memakan buah cokelat. Tapi setelah diberi gula, susu, dan krim, terasa manis dan menyenangkan. Begitulah seharusnya kita menghadapi masalah yang menyakitkan. Diberikan gula penerimaan, diberikan susu kata maaf, ditaburi krim ketulusan, maka semuanya terasa melegakan. Terasa damai.”

“Kamu boleh tetap menyalahkan siapa saja. Itu manusiawi. Kamu juga boleh tetap menolak bertemu siapa pun. Itu juga amat manusiawi. Tetapi dengan mulai bersedia mengambil solusi, kita sudah melangkah ke tahap yang lebih baik. Kita tidak akan pernah bisa melupakannya, tetapi bisa memaafkannya. Kita bisa berdamai.”

“Terkadang sebuah masalah besar hanya bisa diselesaikan dengan sebuah penerimaan.”

Demikian 10 kutipan Tere Liye dalam novel Rasa. Ulasan lebih lengkap insya Allah akan saya tulis dalam bentuk resensi, tapi tidak janji. [Muchlisin BK]

*Update: Ulasan sudah saya tulis di Rasa Tere Liye

Konten sebelumnyaMuscab FLP Lamongan: Kebersamaan yang Menguatkan
Konten berikutnyaCerpen: Perempuan dengan Jilbab Terurai

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini