Oleh: Reni Noer
Kucing sudah menjadi hewan domestik sejak ribuan tahun yang lalu, melintasi abad demi abad. Awal mula kucing dipelihara manusia adalah untuk membantu manusia dalam memerangi hama seperti tikus yang suka menyerang perkebunan, ladang juga lumbung. Diberitakan Kompas.com (26/09/2021), kira-kira 10.000 tahun yang lalu, kucing mulai diambil tangan-tangan manusia dan diletakkan di rumah-rumah untuk hidup berdampingan dengan manusia. Kucing liar yang awalnya penyendiri dan tak mengeong, menjadi hidup berdampingan dengan manusia dan mulai menunjukkan perubahan perilaku, seperti mulai mengeluarkan suara mengeong yang dilakukan guna berkomunikasi dengan manusia. Dari masa ke masa, kucing dekat dengan kehidupan manusia. Bahkan di Mesir, kucing dipuja juga dihormati layaknya dewa.
Hampir semua orang suka kucing. Hewan berbulu itu begitu disayangi, dicintai, bahkan ketika mereka hilang atau mati, sang empu seperti kehilangan separuh hidupnya. Kalau bagi saya, itu unik dan sesuatu hal yang “seharusnya tidak sampai seperti itu”, sebab kucing itu hewan yang menghabiskan uang untuk perawatan dan makanannya, sedikit sekali kucing yang bisa menghasilkan uang, kecuali Olivia Benson, kucing Taylor Swift yang mendapat warisan hingga 1.4 T. Saya menulis ini tidak hadir sebagai pecinta kucing, tapi juga bukan orang yang benci hewan paling lucu itu—katanya. Saya cukup objektif memandang makhluk hidup satu ini.
Keluarga saya tidak pernah memelihara seekor kucing, tetapi hampir setiap hari kucing-kucing liar atau milik tetangga bermain di sekitar rumah. Pernah saya menawarkan kepada orang tua untuk memelihara seekor saja, tetapi tidak diizinkan. Pasalnya, Ibu sangat geli dan jijik dengan anak-anak kucing. Jadi, biarkan saja kucing-kucing liar itu datang. Sebagai tuan rumah yang baik kucing itu akan diberi makanan, tetapi kalau memeliharanya tidak mungkin terjadi.
Sayangnya, saya dikelilingi oleh orang-orang yang menyukai kucing, teramat suka. Misalnya tetangga depan rumah, dia mempunyai kucing peranakan Persia dan satu kucing lokal. Dari dua kucing itu, lahirlah puluhan ekor anak kucing, yang sebagian diberikan ke orang dan sisa delapan ekor mereka pelihara sendiri. Meskipun kucing peranakan Persia, bulu-bulunya jelas cantik, tapi makanannya tidak diatur; kadang ikan asin, ikan tongkol, sering kali tahu dan tempe. Jadi, bisa dibayangkan kucing yang tadinya cantik dengan bulu lebat itu lama kelamaan kelihatan burik dan bulu-bulunya rontok. Sama sekali tidak terawat.
Namun, umumnya tetangga-tetangga yang memelihara kucing kampung atau kucing oren. Begitu pun teman-teman dekat. Saya berteman dengan para pencinta kucing. Ketika mereka menceritakan betapa lucunya kucing yang dimiliki, saya hanya diam mendengarkan. Sering kali membatin, sebegitu menariknya ya, seekor kucing? Sampai-sampai suatu ketika kucing teman saya tertabrak motor dan mati, seingat saya dia menangis hebat saat itu. Saya cukup berbelasungkawa saja, dan menyarankan adopsi kucing lain. Dan, dia tetap menangis yang katanya tidak akan ada kucing yang seperti kucingnya.
Sering kali kucing-kucing kampung itu membuat dongkol, atau teramat menyebalkan. Kalau dia dididik sopan oleh tuannya, pasti hanya mengeong saja saat Ibu menggoreng ikan dan sabar menunggu diberi makan. Tapi jika dia itu nakal, sering kali ikan-ikan di atas meja ludes dicuri. Yang paling menjengkelkan, bekas makanannya berceceran di ruang makan, siapa yang akan membersihkan? Kadang saya bertanya-tanya, kenapa kucing bisa mencuri makanan tetangga, apakah belum dikasih makan atau hanya sedikit makanan yang disediakan?
Berbeda dengan kucing liar. Kucing liar memang terbiasa mencuri atau masuk loteng rumah, kemudian mencari tikus-tikus yang saya sendiri baru tahu ada di tempat-tempat sempit itu. Namun, sebab kucing ini, tikus-tikus di rumah jadi berkurang. Sayangnya, dia juga memakan ayam dan ternak warga. Beberapa hari terakhir, ada kucing liar yang berkeliaran di belakang rumah, mengincar ayam-ayam Ibu. Dia cukup gesit sehingga sulit ditangkap. Akhirnya, Ibu harus rela kehilangan delapan anak ayam, yang semula berjumlah sebelas ekor.
Jelas saja Ibu marah-marah mengetahui ayamnya hilang dan terus berkurang, karena setiap pagi dan sore ayam-ayam itu dirawat dengan sepenuh hati. Harapannya, nanti ketika hari raya tidak perlu membeli ayam, tinggal potong ayam sendiri. Untung kucing itu masih selamat, karena kami masih berbaik hati membiarkannya hidup.
Di sisi lain, banyak orang yang tidak menyukai anak kucing, apalagi yang baru lahir, seperti sebagian besar keluarga saya. Mungkin itu keturunan, karena nenek, tante, ibu, sampai keponakan pun geli dengan anak kucing. Bagi saya, kucing ya kucing, tidak ada yang istimewa. Cantik, tapi ya sekadar cantik. Meskipun begitu, ketika kecil, saya sering menemani seorang teman memelihara anak-anak kucing, sampai dikasih susu dan dirawat selayaknya bayi. Saat salah satu anakannya mati, saya pun turut mengubur kucingnya dan diberi bunga-bunga.
Namun, ada satu waktu yang membuat saya geli dengan anak kucing. Ketika itu, tiba-tiba saja di lemari Ibu yang paling bawah ada banyak darah. Kain-kain atau baju-baju di sana sudah tidak berbentuk warnanya. Usut punya usut, ternyata ada kucing tetangga yang melahirkan. Ketika dibongkar, ada beberapa anak kucing di bawah tumpukan kain. Tentu kami kaget, lebih-lebih Ibu. Anak-anak kucing yang ada beberapa jumlahnya itu terlihat menjijikkan bagiku.
Begitulah kucing yang tidak dirawat oleh majikannya, ia akan mencari tempat ternyaman untuk melahirkan anak-anaknya. Dan, bagi kucing jantan, ia sering kali kencing di tempat-tempat tertentu yang menandakan bahwa itu daerah kuasanya. Kalau di padang savana mungkin masalah ini tidak berarti apa-apa, tetapi jika ia kencing di pelataran rumah orang, di pot-pot bunga yang kemudian baunya menyebar hingga jarak sepersekian meter. Jelas hal ini mengganggu bagi pemilik rumah dan sangat memalukan.
Sisi positifnya, kucing yang dirawat memang terlihat bersih dan tingkahnya lucu. Ia bisa jadi teman cerita ketika tidak ada seorang pun yang dapat dijadikan teman. Meskipun saya sendiri tidak pernah melakukan itu, tetapi melihat bagaimana teman-teman saya memperlakukan seperti majikan dan menjadikan kucing tempat ngobrol, sepertinya peran kucing memang sangat berarti.
Menurut Kompas.com, ternyata manfaat memelihara kucing banyak sekali, seperti:
1. Meningkatkan sistem imun
2. Menurunkan tekanan darah dan level kolesterol
3. Menurunkan stres
4. Menurunkan risiko flu
5. Menyehatkan otot dan tulang
Penjelasan-penjelasan lengkapnya sudah tersebar meluas di jejaring internet. Lagi-lagi, memelihara kucing tergantung pribadi seseorang, begitu pun sebaliknya. Memelihara dan tidak memiliki manfaat sendiri-sendiri. Seperti misalnya, tidak memeliharanya karena bulunya yang sering rontok, itu juga bermanfaat sebab rumah akan jadi lebih bersih. Atau agar pengeluaran bulanan tidak berkurang karena membeli wiskas, itu juga baik. Yang paling penting, selalu jaga kucing dan rawat dia sebaik mungkin, jangan berlebihan seperti Taylor Swift karena kucing hanyalah kucing, tidak perlu diberi harta benda, sebab dia hanya makhluk hidup tanpa akal, yang mati tidak akan ada pertanggungjawabannya. Jaga peliharaanmu agar tidak berlaku zalim kepada orang lain.
Penulis: Reni Noer, merupakan anggota FLP Lumajang.
Diedit oleh: Niswahikmah
Aku geli sama kucing.