Kritis Budaya ala Sam Seno

245

Ditulis oleh Gunung Mahendra
Dimuat di Harian Surya pada 26 September 2015

Budaya pop(uler) adalah budaya yang dikontrol oleh komunitas yang dominan dalam sebuah lingkup kehidupan. Manusia memiliki dua pilihan untuk menyikapi hal tersebut. Pertama, bertahan dengan pendirian diri sendiri dan melakukan resistensi terhadap arus utama. Kedua, mengalir bersama arus utama yang belum tentu memberikan dampak posifif bagi para pengikutnya. Maka dari itu, dibutuhkan mental yang tangguh untuk menjadi pembeda dalam arus utama atau budaya pop tersebut.

Itulah kesimpulan dari acara yang bertajuk Seminar Budaya di Balik Budaya Pop, dengan tema Berpikir Kritis dalam Arus Budaya Pop yang dihelat pada hari Kamis (17/9). Seno Gumira Ajidarma menjadi pemakalah dalam acara yang bertempat di ruang Aula Fakultas (AVA) Gedung E6 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang tersebut.

Sosok yang akrab dipanggil Sam ini, membeberkan perspektif baru dalam menyikapi budaya pop yang dominan di kalangan masyarakat. Pria yang telah malang melintang di dunia sastra nasional itu memberikan contoh hal sederhana yang seharusnya dapat menjadi bahan kritik dan evaluasi. Yaitu penggunaan celana jeans dengan atasan berupa jilbab untuk perempuan muslim. Menurut Seno, hal tersebut adalah salah satu contoh konkrit budaya pop di kalangan anak-anak muda.

Pembuat celana jeans ketika menciptakan barang dagangannya, tentu tidak berpikir bahwa celana jeans yang dibuatnya itu akan menjadi ‘pasangan serasi’ jilbab dalam kehidupan sehari-hari perempuan muslim, ujar pria yang juga berprofesi sebagai jurnalis tersebut. Dalam acara yang diselenggarakan dengan tujuan menanamkan perspektif menentang arus utama di kalangan anak-anak muda ini, Seno Gumira juga memberikan contoh transformasi tokoh Panakawan dari abad ke-13 hingga abad ke-21 yang memadukan budaya lokal (tokoh Panakwan) dengan budaya asing (komik). Dari contoh yang diberikan Sam Seno tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwasannya gaya komik yang membalut tokoh Panakawan itu juga mengikuti arus utama  atau selera masyarakat pada saat itu. Namun dalam wayang komik tersebut menerapkan sistem kritik sosial-budaya yang tidak sesuai, dengan cara yang menghibur.

Pria berusia lima puluh tujuh tahun tersebut juga memberikan pesan, kritik adalah bagian tak terpisahkan dari budaya pop. Maka dari itu, jika ada sekelompok orang yang melakukan perlawanan dalam arus budaya tersebut, itu bukan hal yang buruk. Tutup Sam Seno sebelum acara menginjak sesi tanya-jawab.

Konten sebelumnyaSebongkah Cinta DiSepenggal Perjalanan (Part 3)
Konten berikutnya“Sirkuit Balap” di Fly Over Gadang

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini