Insaf Menulis

180

Kali ini saya akan meresensi buku karya Bambang Trim yang berjudul Menulis Pedia (Panduan Menulis Untuk Mereka yang Insaf Menulis). Buku ini diterbitkan oleh penerbit Nuansa Cendekia pada tahun 2016 dengan tebal 197 Halaman.

“Jika Anda telah berdosa karena menulis, itu urusan Anda dengan Tuhan dan saya tidak berhak menghakimi. Namun jika Anda telah keliru menulis hingga sampai sekarang tidak mampu menulis, barulah saya akan berurusan dengan Anda melalui buku ini,” kata Bambang Trim dalam kata pengantar bukunya. Bambang Trim memulai pembahasan buku ini dengan menjelaskan kata insaf. Menurutnya Insaf bermakna sadar (akan) dan ada dorongan memperbaiki diri. Insaf tidaklah sama dengan tobat karena tobat adalah sadar akan dosa-dosa. Sebagai penulis seharusnya kita sadar akan apa yang kita tulis, mengerti benar akan apa yang kita tulis, dan yakin benar akan apa yang kita tulis.

Berbekal pengalaman menulis buku lebih dari 160 judul buku.  Bambang Trim menyampaikan pemikirannya tentang pentingnya proses untuk selalu mengasah keterampilan dalam menulis. Menulis adalah keterampilan hidup. Kapan pun, di mana pun, dan kepada siapa pun, menulis dapat dilatihkan.

Dalam buku ini Bambang Trim menjelaskan metode menulis yang digunakan dalam kurikulum pemelajaran di luar negeri. Proses itu adalah prewriting-drafting-revising-editing-publishing. Sebagai contoh, buku berjudul Webster’s New World Student Writing Handbook karya Saron Sorenson (1992) menggunakan pendekatan proses ini. Bambang Trim membahasnya secara detil di dalam buku ini.

Tak seperti beberapa buku lain yang biasanya menggunakan definisi-definisi yang rumit serta berfokus pada jenis/bentuk dan laras tulisan, seperti narasi, argumentasi, eksposisi, laporan, dan sebagainya. Buku ini lebih mengedepankan pendekatan proses menulis yaitu prewriting-drafting-revising-editing-publishing. Jika pemelajaran berfokus pada jenis/bentuk dan laras tulisan, biasanya kita akan kebingungan oleh pembagian jenis tulisan tanpa pernah merasakan proses.

Melalui prewriting kita akan dituntun untuk menentukan tujuan kita dalam menulis, menangkap ide, mengumpulkan bahan tulisan, menetapkan pembaca sasaran, hingga menyusun kerangka tulisan. Tanpa proses ini bisa saja tulisan kita jadi, akan tetapi kita tidak bisa memastikan kalau tulisan kita akan jadi sesuai dengan yang kita harapkan.

Melalui tahap drafting kita akan diajarkan bagaimana menuangkan semua yang ada di pikiran kita menjadi bentuk tulisan dengan bebas dan mengalir. Hal ini tentunya akan sangat terbantu jika kita telah melalui proses prewriting sehingga memiliki gambaran tentang apa yang akan kita tulis. Menulis draft adalah penciptaan fisik. Ibarat membangun rumah, seorang arsitek juga mengalami proses kreatif penciptaan mental. Ia telah membayangkan pada tanah seluas sekian ataupun bentuk tertentu bagaimana sebuah rumah akan dibangun. Jika penciptaan mental atau perencanaan awal tidak dilakukan, dapat terjadi rumah yang sudah dibangun, akan dibongkar kembali jika tak sesuai dengan harapan. Penulis pun demikian ketika penciptaan mentalnya tidak dilakukan sepenuh hati. Tulisan yang sudah jadi dapat dirombak kembali. Alhasil, sang penulis akan kerja dua kali.

Dalam tahap revising kita dituntut untuk menyempurnakan, mengoreksi ataupun mengembangkan draft tulisan kita agar lebih baik.  Dalam konteks ini kita dapat mengurangi, menambahi, ataupun mengubah naskah. Hal-hal yang perlu diperhatikan diantaranya mengecek struktur tulisan, mengecek paragraf serta penyajian informasi.

Di tahap swasunting yang harus kita perhatikan yaitu mengecek galat tipografi, kebahasaan, legalitas dan kesopanan, serta ketelitian data dan fakta

Setelah tulisan yang kita buat telah selesai sesuai dengan perencanaan, tahap selanjutnya yaitu memublikasikan karya. Sebuah pepatah untuk kalangan akademisi di Barat mengatakan: Publish or perish! “Terbitkan atau minggirlah!” sebuah sindiran untuk mereka yang mengaku cendekia dan bertitel, tetapi tidak memiliki satu pun karya yang dipublikasikan. Jadi, berkarya tulis dan memublikasikannya itulah panduan sempurna untuk renjana kita. Ada banyak media yang dapat kita gunakan untuk memublikasikan karya baik media cetak maupun media digital.

Secara keseluruhan buku ini sangat menarik, terlebih untuk penulis pemula. Banyak penjelasan yang dapat memperluas wawasan kita mengenai proses menulis. Hal-hal yang semula menjadi hambatan kita dalam menulis akan dapat kita atasi setelah membaca keseluruhan buku ini.

Fath Andrean, seorang pria yang gemar mendokumentasikan apapun yang ia rasa. Bergabung di FLP Sejak Tahun 2018 dan memilih Divisi Media sebagai wadahnya dalam berkarya. Karya ini merupakan karya antologi keduanya yang diterbitkan, setelah cerpen berjudul “Lamunan” dalam antologi Penulis Badan Sastra : Serentetan Kisah Cinta yang Abadi (2020). Untuk berkomunikasi lebih lanjut bisa melalui Instagram @fath_andrean atau email fath.and.re.and@gmail.com
Konten sebelumnyaPuisi dan Keunikannya
Konten berikutnyaPerpustakaan Sebagai Infrastruktur Peradaban

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini