Sekitar awal 2019 lalu, tepatnya masih kuliah menginjak semester empat, saya dilematis dengan keadaan. Pasalnya, waktu itu lagi semangat-semangatnya menggandrungi dunia literasi, khususnya menulis esai dan cerita pendek (cerpen). Satu-satunya yang membuat saya semangat menulis adalah tulisan esai saya dimuat di koran Jawa Pos. Tentu bagi anak kos, honornya yang sangat besar membuat saya bisa hidup hedon setidaknya satu bulan. Tapi di sisi lain, rasa berdosa saya muncul, dan itu yang membuat dilematis. Penyebabnya, media/alat bantu untuk saya menulis adalah Microsoft Office bajakan, atau biasa kita mengenalnya cracking.
Jelas, Microsoft Office bajakan adalah ilegal. Tindakan mengoperasikannya tersebut adalah hal yang menimbulkan dosa besar. Jika saya selalu mendapat honor dari menulis di koran, bukankah itu penghasilan haram yang saya dapat? Kalau saya lantas membeli makan dari honor tersebut, berapa shalat yang tidak terima? Sungguh saya pusing memikirkan ihwal ini.
Pak Tasliman: Oase Semua Kegelisahan
Saya mencari solusi. Bagaimana caranya agar penghasilan saya dari menulis di koran bisa nikmati dengan tanpa ada rasa takut. Salah satu teman saya akhirnya memberikan info, “Itu Pak Tasliman. Dia sangat anti dengan aplikasi bajakan,” katanya. Pak Tasliman adalah dosen saya di kampus. Segera saya menghubunginya melalui aplikasi pesan Telegram.
Diskusi berjalan seru, hingga sampai pada pokok pembahasan mengenai solusi agar saya mendapat aplikasi legal khususnya pengganti Microsoft Office ilegal yang saya pakai. Tentu dengan biaya yang murah.
“Ironi!” katanya tegas. “Alasan mahalnya harga lisensi aplikasi, penggunaan perangkat lunak tanpa izin adalah hal yang salah dan harus dinyatakan salah. Tidak perlu dicari excuse atau pembenaran. Apakah hal tersebut merupakan kesalahan mahasiswa semata? Jawabnya sudah jelas, bahwa hal tersebut bukan semata kesalahan mahasiswa, tetapi juga dosen.”
Saya termangu sejenak. Apa maksud Pak Tasliman bahwa dosen juga adalah orang yang berpengaruh dalam “normalisasi” pembajakan ini? Belum juga saya mendapat jawabannya, Pak Tasliman menjelaskan bahwa banyak dosen yang sering memberikan tugas yang notabene harus menginstal aplikasi tertentu. Dan, sangat disayangkan, dosen tersebut memberikan link instal aplikasi tersebut dengan cara mengubah lisensi (cracking). Ditarik kesimpulan, tak dapat dimungkiri bahwa dosen dan pimpinan universitas memiliki andil yang besar terhadap fenomena “normalisasi” pembajakan.
Pelanggaran Hukum dan Agama
Memang sampai saat ini Indonesia belum memiliki undang-undang khusus tentang program komputer. Namun demikian, UU no 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta dapat digunakan sebagai landasan hukum untuk menilai kasus penggunaan perangkat lunak tanpa lisensi resmi. Jika dilihat dalam UU No. 28 tahun 2014 Bab V pasal 40 ayat 1 huruf S, jelas tertulis bahwa Program Komputer adalah termasuk di antara jenis ciptaan yang dilindungi. Dalam UU tersebut juga dijelaskan mengenai siapa atau keadaan apa yang membolehkan penggandaan perangkat lunak tanpa seijin pemilik lisensinya. Penggandaan perangkat lunak dan penggunaan tanpa lisensi oleh mahasiswa termasuk dalam kategori yang tidak diperbolehkan secara hukum.
Juga, dalam ajaran Islam contohnya, ada ketentuan bahwa seseorang tidak boleh mengambil manfaat dari kekayaan/ barang/ harta/ hak milik orang lain tanpa kerelaan dari pemiliknya. Berikut firman Allah QS 4:29. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Butuh Keberanian untuk Merdeka Sejak Hati dan Halal Sejak Nurani
Sungguh konsultasi dengan Pak Tasliman menemukan banyak solusi. Kenyataannya, saat ini sebenarnya tersedia pilihan software bagus yang untuk menggunakannya tidak memerlukan cara-cara tidak sopan semisal cracking untuk memalsukan keaslian lisensi. Permasalahannya adalah: pilihan itu ada, tapi orang tersebut tidak mau menggunakan. Pilihan itu tersedia, tapi sebagian orang masih meragukan kualitasnya. Maka sangat diperlukan niat baik setiap personal untuk merdeka sejak hati tanpa menyakiti pemilik lisensi, juga halal sejak nurani untuk keberkahan hidup.
Untuk aplikasi pengolah kata, Pak Tasliman merekomendasikan aplikasi LibreOffice. Aplikasi ini gratis dan legal. Saat ini saya sangat nyaman mengetik tulisan di LibreOffice untuk dikirim ke media. Tentu, ketika mendapat honor, saya tidak ragu untuk membelanjakannya, lebih-lebih untuk membeli makanan, karena sudah jelas hukumnya: halal.
Saat ini saya juga belajar desain grafis. Tentu saya juga menggunakan aplikasi yang gratis dan legal. Namanya aplikasinya adalah Blender. Aplikasi ini sebagai pengganti aplikasi Corel Draw yang sangat mahal. Masih banyak lagi aplikasi yang saya gunakan dengan cuma-cuma tentu juga legal secara hukum dan agama.
Akhir kata, sekali lagi, sudah seharusnya kita sebagai orang yang memiliki hati nurani, harus bisa menghargai hak orang lain (pemilik lisensi).