Ada yang sudah baca buku self driving-nya Pak Rhenald Kasali? Sebuah buku self improvement yang kurang lebih mengajarkan bahwa kita harus mampu menjadi pengendara atas diri kita sendiri, bukan sekadar ‘menumpang’ orang lain. Dalam kerja berkelompok pasti akan ada orang-orang yang hanya sekadar menumpang, pasrah kepada ketua kelompok atau orang-orang yang cepat mengambil keputusan dalam kelompoknya.
Menurut pengamatan saya pribadi, akan selalu ada pribadi penumpang ini di mana saja. Untuk itulah sangat perlu setiap orang mengasah kemampuannya dalam berpikir cepat dan mengambil keputusan sendiri.
Dalam buku pertama “30 Paspor di Kelas Sang Profesor” inilah terpampang praktik nyata pelajaran dalam mengasah self driving. Sang Profesor, Pak Rhenald Kasali, pemberi tugas fenomenal dan kontroversial yang pada akhirnya sangat mengasah kemampuan para mahasiswanya dalam menjadi pengemudi atas dirinya sendiri, cepat mengambil keputusan atas masalah yang dihadapi.
Dalam mata kuliah pemasaran internasional FE Universitas Indonesia, tugas unik ini diberikan. Sebuah tugas yang mengharuskan tiap mahasiswanya pergi ke luar negeri selain negeri melayu, dalam satu kelas tidak boleh ada yang sama, dan masing-masing harus pergi sendiri tanpa teman perjalanan. Tugas ini pun tentu melahirkan banyak permasalahan yang harus segera diselesaikan oleh mahasiswanya, termasuk masalah dana tentunya. Pergi ke luar negeri tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit, dan tidak semua mahasiswa berkecukupan secara ekonomi.
Namun, di sinilah berpikir cepat dalam mencari solusi serta kreatif bisa langsung dipraktikkan. Ada mahasiswa yang mengajukan sponsor ke perusahaan untuk mendanai perjalanannya ke luar negeri.
Di buku pertama yang sudah saya baca, ada tiga benua yang sudah dikunjungi para mahasiswa, mulai negara-negara di Eropa, Asia, hingga Amerika. Kalau di judul buku tertulis Kisah Anak-Anak Muda Kesasar di Empat Benua, sepertinya benua satu lagi ada di buku kedua, sedang saya baca di ipusnas.
Membaca buku antologi ini membuat saya menemukan banyak sekali pengetahuan baru tentang budaya di luar negeri yang mana tiap negara memiliki budaya yang berbeda-beda. Tidak melulu negara-negara yang umum dikunjungi orang untuk jalan-jalan, tapi juga negara-negara yang jarang sekali diulas dan dikunjungi kebanyakan orang Indonesia sebagai tujuan wisata. Katakan saja seperti Bangladesh, Nepal, Myanmar, Filipina, Islandia, dan masih banyak lagi negara-negara yang lain di buku pertama ini.
Pada masing-masing negara tentu tantangan utamanya adalah bahasa. Banyak negara yang penduduknya tidak bisa bahasa Inggris, jadi banyak juga yang akhirnya mengandalkan bahasa isyarat. Wah, tidak terbayang hebatnya mereka bisa bertahan di negeri antah berantah tanpa teman ataupun saudara, benar-benar harus bisa mengandalkan diri sendiri.
Bahkan mulai dari pengurusan paspor semua harus dikerjakan sendiri. Meski ada saja mahasiswa yang sudah memiliki paspor, tapi sepertinya justru lebih banyak yang bahkan naik pesawat saja baru pertama kalinya. Namun, di situlah letak pelajarannya. Mahasiswa dipaksa untuk bisa berpikir mengatasi masalahnya sendiri. Ah, benar-benar self driving ini penting untuk menjadi modal dalam diri seseorang.
Meski buku ini terbit pertama 2014, tetapi cerita di dalamnya tetap layak untuk dibaca di 2023. Kalau kamu misal diberi tugas demikian bakal pilih negara apa? Kalau saya, sih, entah. Wkwkwk.